SURABAYA, KOMPAS - PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) mendeklarasikan Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya sebagai pelabuhan transhipment atau alih muat peti kemas domestik. Hal itu ditandai dengan penurunan tarif penanganan alih muat peti kemas domestik 35 persen mulai Selasa (15/1/2019).
”Penurunan biaya alih muat diharapkan mendorong pertumbuhan arus peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak yang menjadi penghubung pengiriman logistik dari wilayah Indonesia barat ke Indonesia timur,” ujar Direktur Utama PT Pelindo III Doso Agung seusai penandatanganan kerja sama
PT Pelindo III dengan perusahaan-perusahaan pelayaran, Senin (14/1), di Surabaya. Kerja sama menyangkut upaya memperkuat konektivitas dan menyederhanakan sistem pembayaran. Dengan penurunan itu, tarif penanganan alih muat satu peti kemas berukuran 20 kaki yang semula Rp 1.456.000 akan turun menjadi Rp 946.000.
”Penyesuaian tarif ini disamakan dengan biaya di pelabuhan transhipment internasional. Kami ingin Tanjung Perak jadi pelabuhan transhipment domestik,” ucap Doso.
Layanan alih muat peti kemas biasanya dilakukan di pelabuhan transit. Saat kapal tiba di pelabuhan transit, peti kemas dipindahkan ke kapal lain dengan rute lanjutan ke pelabuhan tujuan akhir.
Penurunan tarif ini diberlakukan di empat terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak, yakni Terminal Berlian Jasa Terminal Indonesia (BJTI), Terminal Nilam, Terminal Teluk Lamong, dan Terminal Peti Kemas Surabaya.
Tingkatkan daya saing
Doso mengungkapkan, penurunan tarif penanganan alih muat peti kemas diharapkan mendorong pertumbuhan volume pengiriman barang dari Indonesia barat ke Indonesia timur. Saat ini ada 72 rute pelayaran peti kemas domestik yang melalui Pelabuhan Tanjung Perak.
Penurunan tarif itu diharapkan juga bisa mendorong penurunan harga barang karena biaya logistik juga berkurang.
Selama tiga tahun terakhir, arus alih muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak terus tumbuh. Pada 2016, arus alih muat peti kemas tercatat 33.374 kontainer, tahun 2017 tumbuh menjadi 35.131 kontainer, dan naik menjadi 36.980 kontainer pada tahun 2018. Layanan alih muat di sana ditargetkan tumbuh 30 persen dalam 3-4 tahun mendatang.
Untuk mendukung menjadi pelabuhan alih muat peti kemas domestik, PT Pelindo III menerapkan pembayaran satu pintu. Langkah ini memudahkan pengguna jasa kepelabuhan dalam melakukan pembayaran jasa pelayanan di pelabuhan awal maupun di akhir.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengapresiasi penurunan tarif penanganan alih muat domestik.
Selama ini biaya alih muat peti kemas berkontribusi hingga 20 persen terhadap total biaya logistik. Dengan biaya logistik yang lebih murah, daya saing meningkat.
Ketua Asosiasi Nasional Pemilik Kapal Indonesia (INSA) Surabaya Stenven Lesawengen menambahkan, biaya terbesar yang dikeluarkan untuk pengiriman barang adalah sewa gudang di pelabuhan yang mencapai 30 persen dari biaya operasional. ”Kalau biaya sewa gudang bisa diturunkan, penurunan biaya logistik akan sangat terasa,” katanya.
Peti kemas kosong
Dari Papua dilaporkan, setiap bulan hanya 20 persen dari sekitar 4.000 peti kemas yang keluar dari Pelabuhan Jayapura dalam kondisi terisi.
”Selain kayu, hampir tidak ada komoditas lokal yang dikirim keluar dari Jayapura,” kata General Manager PT Pelindo IV Cabang Jayapura Hardin Hasjim saat ditemui di Jayapura, kemarin. (FLO/SYA)