Buah Perlindungan dari Kampung Halaman
Upaya melindungi pekerja migran Indonesia bisa dimulai dari daerah asalnya. Ini dibuktikan Desa Kenanga di Kabupaten Indramayu, yang menjadi percontohan Desa Migrasi Produktif.
Kabar duka seperti pisau yang menyayat hati Warsem (53), warga Desa Kenanga, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (31/12/2018). Anaknya, Nurhidayati Surata (34), pekerja migran Indonesia, diduga dibunuh di Singapura. Tak pernah terbayang, hidup tulang punggung keluarganya itu berakhir tragis.
Duka tak berhenti di sana. Warsem kebingungan membawa jenazah anaknya ke Tanah Air. Seperti keluarga pekerja migran Indonesia (PMI) pada umumnya, ia hanya tahu anaknya pergi mengadu nasib. Kalau ada masalah, entah harus menghubungi siapa.
”Saya ingat, di sini Desmigratif (Desa Migrasi Produktif). Saya lalu menghubungi Mbak Darwinah dan Pak Kuwu (Kepala Desa) Kenanga,” ujar Warsem saat ditemui di rumah duka, Kamis (3/1).
Darwinah merupakan pendamping Desmigratif. Dia lantas menghubungi pihak dinas tenaga kerja dan transmigrasi setempat, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura.
Usaha Darwinah membuahkan hasil. Tiga hari setelah keluarga menerima kabar duka itu, jenazah dapat dipulangkan. Gratis, tanpa biaya. Perwakilan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI Bandung bahkan turut mengantar jenazah ke rumah duka.
Darwinah bersama Kuwu Kenanga Darpani juga berupaya memastikan hak korban yang telah bekerja di Singapura sejak 2013, seperti asuransi jiwa, terpenuhi. Mereka pun menjadi juru bicara keluarga. Ini untuk mencegah pihak tak bertanggung jawab yang ingin ”memancing di air keruh”.
”Ternyata benar. Ada orang yang mengaku sponsor (kaki tangan) dari perusahaan tenaga kerja yang memberangkatkan korban. Dia meminta Rp 5 juta untuk pemulangan jenazah.
Dia enggak tahu kalau saya sudah menghubungi pihak-pihak terkait. Pak Kuwu bahkan mengancam balik akan melaporkannya ke polisi,” tutur Darwinah.
Kasus itu, menurut dia, kerap melanda keluarga korban. Padahal, kasus kematian PMI nyaris terjadi tiap tahun.
Pada 2018, misalnya, 25 PMI asal Indramayu meninggal dunia. ”Masa orang berduka masih diperas. Seharusnya, pemulangan jenazah itu tanggung jawab pemerintah dan perusahaan penyalur PMI,” ujar Darwinah.
Upaya Darwinah dan Darpani merupakan salah satu langkah mewujudkan Desmigratif. Program yang diinisiasi Kementerian Ketenagakerjaan itu memiliki empat pilar, yakni pusat layanan migrasi, usaha produktif, komunitas pembangunan keluarga, dan koperasi.
Proyek percontohan
Desa Kenanga menjadi proyek percontohan Desmigratif pada 2016 bersama Desa Kuripan, Kecamatan Watumalang, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Saat ini, lebih dari 200 desa menjalankan program itu.
Perlindungan bagi PMI asal Kenanga juga dilakukan sebelum mereka berangkat. Hal itu diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) Kenanga Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Asal Desa Kenanga.
Perdes tersebut, antara lain, berisi calon PMI (CPMI) harus diberangkatkan oleh PPTKIS legal, mendapatkan izin dari keluarga, mencegah CPMI yang berusia di bawah 18 tahun, dan membantu penyelesaian sengketa antara CPMI dan PPTKIS.
Tepat di samping Balai Desa Kenanga terdapat ruangan Pusat Layanan Migrasi yang berisi prosedur keberangkatan PMI dan informasi pelatihan bagi CPMI.
Pihak desa bahkan memiliki data warga yang menjadi PMI dan anaknya, serta purna-PMI. Saat ini, ada 144 PMI di desa yang berpenduduk 6.604 jiwa tersebut. Sementara jumlah purna-PMI tercatat 250 orang.
Menurut Darpani, jumlah itu jauh berkurang dibandingkan satu dekade lalu. Kala itu, hampir setengah warga produktif memilih mengadu nasib di negeri orang.
Perhatian juga diberikan kepada anak PMI. Tercatat ada 221 anak PMI di sana. Mereka disediakan rumah edukasi migran untuk belajar.
Desa Kenanga tidak sekadar berupaya melindungi PMI, atau meminta warganya tetap berada di kampung. Mereka juga berupaya memberdayakan purna-PMI. Tujuannya, membuat mereka produktif.
Bukan hal baru, para PMI yang kembali dari luar negeri lantas menganggur di negara sendiri. Hasil kerja keras selama menjadi PMI digunakan untuk memperbaiki rumah hingga membeli kendaraan.
”Sekitar 30 persen dari dana desa Rp 800 juta digunakan untuk pemberdayaan masyarakat, termasuk modal dan pelatihan kewirusahaan kepada purna-PMI,” ujar Darpani.
Naik kelas
Salah satu purna-PMI yang merasakan buah manisnya adalah Caswati (38). Mantan PMI Taiwan 2012-2014 itu kini jadi pengusaha bakso ikan goreng ”Roro” dengan dua pekerja.
Pasarnya terentang luas, dari Indramayu, Cirebon, hingga Hong Kong dan Taiwan. Ia termasuk dalam 60 purna-PMI yang mengikuti pelatihan kewirausahaan Desmigratif pada 2016. Dia juga mendapat bantuan alat berupa kompor dan penggorengan.
”Satu kali produksi, omzetnya Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Setiap minggu, biasanya dua kali produksi,” ujarnya. Jumlah itu hampir sama dengan gajinya saat menjadi PMI, Rp 6 juta per bulan.
Kini, lulusan sekolah dasar ini bahkan menjadi instruktur untuk pelatihan kewirausahaan yang digelar Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Indramayu. Ia berkeliling dari desa ke desa untuk melatih purna-PMI agar bisa berdaya. ”Sekarang, saya naik kelas. Dari murid menjadi guru,” ucapnya.
Kisah sukses Caswati adalah hasil pemberdayaan purna- PMI. Ibu-ibu purna-PMI lainnya juga menghasilkan produk yang memanfaatkan potensi desa, seperti dodol mangga, sirup, jus mangga gedong gincu, dan keripik ikan lele. Aneka produk itu dikemas rapi dan dijual di toko sebelum jalan masuk menuju Desa Kenanga.
”Seandainya desa lain mau mengikuti Kenanga, pasti PMI dan purna-PMI Indramayu luar biasa,” ujar Kepala Seksi Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Disnakertrans Indramayu Sukirman.
Saat ini, pihaknya telah membantu tiga desa menjadi Desmigratif, yakni Desa Kenanga, Dukuhjati, dan Juntinyuat. Indramayu termasuk kantong PMI di Tanah Air, yakni lebih dari 22.000 orang.
Upaya perlindungan dan pemberdayaan bagi pekerja migran di Kenanga pun membuahkan hasil. Kenanga meraih penghargaan Indonesia Migrant Workers Award 2018 dengan kategori Desa Terbaik Peduli Pekerja Migran. Penghargaan diserahkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada akhir tahun lalu di Sukabumi.
Kenanga menjadi contoh. Perlindungan pekerja migran bisa dimulai dari desa, kampung halaman mereka sendiri.