Pariwisata Lombok Mencoba Bangkit
Gempa bumi beruntun yang terjadi dalam kurun Juli-Agustus 2018 memukul sektor pariwisata di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Lima bulan berlalu, Lombok berjuang mengembalikan kejayaan salah satu sektor andalannya itu.
Pariwisata Lombok dalam lima bulan terakhir ibarat sebuah tim sepak bola yang menerapkan strategi bertahan biar tidak keok oleh serangan tim lawan.
Sementara stamina dan energi salah satu pemainnya, yakni jajaran Pemerintah Provinsi NTB, tengah terkuras oleh upaya pemulihan pascagempa.
Strategi bertahan yang dilakukan jajaran Pemprov NTB dan pelaku wisata untuk memulihkan pariwisata Lombok, antara lain, melalui program familiarization trip bagi operator wisata atau travel agent dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Promosi wisata dengan pendekatan mengalami langsung sensasi di lokasi wisata itu difasilitasi Kementerian Pariwisata.
Tidak hanya itu. Badan Promosi Pariwisata Daerah NTB juga menemui petinggi Pemerintah Malaysia di Kuala Lumpur guna meyakinkan bahwa Lombok aman didatangi wisatawan Malaysia. Pelancong dari negeri jiran itu salah satu pangsa pasar potensial untuk datang berwisata ke Lombok.
Ketika upaya itu sedang berjalan, justru terjadi gempa, tsunami, dan likuefaksi di Sulawesi Tengah disusul tsunami yang melanda Banten dan Lampung. Belum lagi menjelang pergantian tahun 2018-2019, ada imbauan BMKG agar warga menjauhi pantai karena cuaca diperkirakan kurang bersahabat. Belakangan, persoalan kian runyam dengan mahalnya harga tiket pesawat. Semua itu memengaruhi orang malas bepergian.
Untuk tetap bertahan, Pemprov NTB berinisiatif menggelar Lombok Sumbawa Great Sale (LSGS) 2019 selama sebulan penuh, yakni 27 Januari-27 Februari.
Kepala Dinas Pariwisata NTB M Faozal mengatakan, LSGS akan diikuti 150 peserta, meliputi hotel, restoran, jasa kuliner, travel agent, usaha taman rekreasi, UMKM, dan maskapai penerbangan. Jumlah peserta itu lebih banyak dibandingkan dengan LSGS 2018, yakni 75 peserta.
Dalam LSGS kali ini, peserta memberikan harga spesial berbelanja oleh-oleh kain tenun, kerajinan bambu, perhiasan mutiara, dan makanan yang dijual di toko swalayan dan toko oleh-oleh tertentu. Selain itu, juga ditawarkan tarif khusus menginap di hotel, sajian kuliner di restoran, dan jasa travel agent.
”Kami sedang membuat daftar hotel-hotel di Mataram, Lombok Barat, dan Lombok Tengah yang ikut dalam LSGS,” kata General Manager Hotel Golden Palace Ernanda Agung di Mataram, Senin (14/1/2019). ”Semua pihak menyatakan siap,” ujar Ernanda.
Tiket pesawat
Seberapa besar imbas program itu terhadap kunjungan wisatawan ke Lombok masih menjadi tanda tanya mengingat mahalnya harga tiket pesawat dalam beberapa bulan terakhir.
Andi, petugas perusahaan pembelian tiket pesawat di Mataram, mengatakan, harga tiket pesawat meningkat hingga Rp 500.000. Pada Senin (14/1), misalnya, harga tiket pesawat Garuda Lombok-Jakarta Rp 1.875.000, Lion Air Rp 1.198.000, dan Batik Air Rp 1.202.000. Semula harga tiket Lombok-Jakarta berkisar Rp 700.000-Rp 1 juta.
Ketua Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carrier Association/INACA) Ari Ashkara, dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (13/1), sepakat menurunkan harga tiket pesawat penerbangan domestik sejak Jumat, yaitu rute Jakarta-Denpasar, Jakarta-Yogyakarta, Bandung-Denpasar, Jakarta-Surabaya, Jakarta-Padang, Jakarta-Pontianak, dan Jakarta-Jayapura (Kompas, 13/1).
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB I Gusti Lanang Patra menyayangkan pengumuman penurunan harga tiket pesawat itu tidak berlaku dalam penerbangan Lombok-Jakarta. ”Ini berpengaruh terhadap sektor pariwisata di Lombok dan itu sudah kami rasakan,” ucap Lanang.
Pengaruh itu terindikasi dari okupansi kamar hotel di NTB yang hanya berkisar 20-30 persen. Public Relation Hotel Kila Senggigi, Lombok Barat, Stevy Yasinta menyatakan, kunjungan wisatawan masih sepi karena masih masa low season kunjungan dan pengaruh gempa di Lombok.
Ditambah lagi tingginya harga tiket pesawat yang juga berdampak pada tingkat hunian kamar. Okupansi di hotel berkisar 27-30 persen dari total 166 kamar dan vila.
Jam penerbangan
General Manager Hotel Santika Lombok Reza Bovier mengatakan, selain harga tiket yang mahal, maskapai penerbangan juga perlu berkonsultasi dengan pemangku kepentingan dan mengevaluasi jam penerbangan kedatangan di Bandara Internasional Lombok.
”Kalau terbang pukul 20.00 WIB dari Bandung, sampai Mataram pukul 22.00-23.00 WITA, dengan catatan tidak ada penundaan. Jadi, waktunya kurang tepat,” katanya.
Waktu penerbangan yang kurang tepat, kata Jelantik, General Manager Hotel Cocotinus di Sekotong Barat, Lombok Barat, membuat banyak tamu dari Malaysia membatalkan kunjungan ke Lombok. Tamu yang rata-rata menumpang maskapai Air Asia itu membeli paket tur selama tiga hari.
Mereka tiba di Lombok pukul 20.00 Wita, lalu tamu menyelesaikan dokumen keimigrasian di bandara dan tiba di hotel sekitar pukul 24.00 Wita. Itu artinya kunjungan berkurang sehari, yang mestinya bisa mereka gunakan untuk tur.
”Kalau tiba pagi hari dari Malaysia, masih ada kesempatan tamu untuk tur,” ucap Jelantik. Pemerintah daerah dan pelaku wisata di Lombok masih perlu bekerja keras membangkitkan kembali gairah pariwisata di sana yang terpuruk oleh bencana gempa. Salah satu sektor andalan NTB ini perlu dibangkitkan seiring dengan upaya pemulihan pascagempa.