JAMBI, KOMPAS—Tingginya permintaan dan harga di pasar internasional telah memancing maraknya penyelundupan bayi lobster. Pengamanan khususnya di kawasan perairan timur Sumatera butuh diperkuat lewat kerjasama gabungan aparat.
Kepala Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian, Data, dan Informasi Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jambi, Paiman, mengatakan berlakunya larangan perdagangan bayi lobster sejak 2016 memancing maraknya penyelundupan. “Sejak ada larangan, pasokan di pasar jadi terbatas, sehingga harganya kian terangkat,” jelasnya, Senin, (21/1/2019).
Keuntungan terbesar dalam rantai perdagangan ini diraih oleh para pedagang bayi lobster. Sebab, mereka membeli bayi lobster di sepanjang pantai selatan Jawa dengan harga rata-rata hanya 20.000 per ekor. Setelah mengirim ke Singapura, mereka menjualnya dengan harga 10 kali lipat lebih tinggi.
Harga lobster pun terus naik. Bayi lobster jenis pasir yang semula Rp 100.000 per ekor pada tahun 2017, naik hingga Rp 130.000 di awal 2018. Pada pertengahan 2018, harganya sudah mencapai Rp 150.000. Kenaikan serupa pada jenis mutiara yang sudah mencapai Rp 200.000 per ekor.
Ia menjelaskan, perairan timur Jambi rawan sebagai jalur penyelundupan. Dari perairan Jawa, lobster yang sudah dikemas itu singgah sementara di Jambi untuk isi ulang oksigen. Dalam setiap wadah biasanya juga dilapisi es batu. Asupan osigen dan lapisan es batu mampu menjaga lobster bertahan sampai 20 jam.
Dikembangkan di Vietnam
Selanjutnya, lobster dibawa lewat perairan timur menuju Singapura. Perairan timur menjadi jalur penyelundupan karena jaraknya sangat dekat dengan Singapura. Sedangkan, negara tujuan akhir adalah Vietnam.
Pembesaran bayi lobster dilakukan di Vietnam/ Lobster yang telah berukuran besar, rata-rata 200 gram per ekor bernilai jual Rp 2 juta. Lobster menjadi makanan mahal di restoran-restoran besar.
Karena itu, lanjut Paiman, pengamanan bersama aparat terus diperketat untuk mengendalikan penyelundupan di perairan timur.
Kamis (17/1/2019) sore lalu, tim gabungan aparat penyidik BKIPM Jambi dan Kepolisian Resor Tanjung Jabung Timur kembali menyita 53.258 benih lobster di kawasan perairan timur Jambi. Seluruh lobster dikemas dalam 292 kotak berbahan styrofoam. Di dalamnya berisi 48.258 bayi lobster jenis pasir dan 5.000 ekor jenis mutiara. Lobster hendak diselundupkan menuju Singapura.
Kepala Polres Tanjung Jabung Timur Ajun Komisaris Besar (Pol) Agus Desfri membenarkan perihal penangkapan itu. “Namun, kasusnya masih kami dalami,” katanya.
Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016, bayi lobster di bawah usia 1 tahun dilarang ditangkap atau diperdagangkan. Setelah keluar aturan itu, terungkap perdagangan bayi lobster marak terjadi dan telah sampai pada tahap mengkhawatirkan.
Bagian Humas BKIPM Jambi, Karni Alamsyahri, memaparkan pada 2016, sejumlah operasi bersama telah menggagalkan upaya penyelundupan sebanyak 38.000 bayi lobster. Selanjutnya, pada 2017, hasil sitaan perdagangan ilegal itu sebanyak 74.000 lobster.
Tangkapan terbesar berlangsung sepanjang Januari hingga Desember 2018. Sudah 6 kali penyelundupan lobster jenis mutiara dan pasir digagalkan. Barang bukti yang berhasil diselamatkan aparat gabungan sebanyak 431.918 ekor benih lobster dengan nilai jual Rp 62 miliar.
Untuk tahun 2019, tangkapan pada Kamis lalu merupakan yang pertama, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 8,23 miliar. Bayi lobster pun langsung dilepasliarkan ke perairan Sumatera Barat.