TANJUNG SELOR, KOMPAS- Bantuan Bus Rapid Transit atau BRT dari pemerintah pusat menjadi awal yang bagus sekaligus tantangan bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. Tanjung Selor, pusat pemerintahan Kaltara, yang menjadi lokasi penerapan, relatif belum ramai lalu lintasnya. Sementara untuk operasional bus juga perlu subsidi besar.
Hal itu diutarakan Kepala Dinas Perhubungan Kaltara Taufan, Selasa (22/1/2019). Ia dan jajarannya mesti berpikir keras agar pemanfaatan lima bus bantuan dari Kementerian Perhubungan ini, pemanfaatannya efektif. Lima bus BRT ini diterima akhir Desember lalu.
“Kami menargetkan April mendatang, bus-bus tersebut sudah beroperasi. Belum kami tentukan bus-bus ini mengambil trayek mana, tapi estimasinya ya hanya sejauh 10-an km. Bisa untuk angkutan pelajar, atau rute paling potensial yakni Tanjung Selor-Tanjung Palas,” ujarnya.
Kendala paling sulit, menurutnya adalah siapa yang mau mengoperasikan bus-bus tersebut. Pihaknya belum bisa memastikan apakah dikelola perusahaan daerah (perusda) atau operator swasta. Sejauh ini, pihak Damri (operator bus) yang sudah ditemuinya.
Ada beberapa faktor yang menjadikan pengoperasian bus-bus ini kurang menarik. Faktor utama adalah pasar. Tanjung Selor masih relatif sepi arus lalu lintasnya dan masyarakat terbiasa menggunakan motor. Faktor selanjutnya adalah biaya operasional.
Tanjung Selor, pusat pemerintahan Provinsi Kaltara ini, belum berstatus kota. Masih berstatus kecamatan di bawah Kabupaten Bulungan. Selama ini transportasi umum di Tanjung Selor dan sekitarnya hanya angkot. Sebagian warga pun memilih naik ojek. Beberapa tahun terakhir, angkot-angkot pun terlihat sepi penumpang.
“Kami juga mesti bersiap jika tidak ada pihak swasta tertarik sebagai operator. Artinya, dikelola daerah. Demi pelayanan publik, BRT mesti jalan. Maka, beban operasional bus perlu disubsidi, memakai anggaran daerah, dan itu bisa cukup besar,” kata Taufan.
Nugraha, warga Tanjung Selor, mengatakan, urusan bepergian selalu menggunakan motor. “Lebih simpel, bisa kemana-mana. Saya, juga warga sepertinya sudah semakin malas naik angkot karena ngetem lama. Juga panas karena tidak ada AC-nya,” ujarnya.
Meski demikian, Nugraha mendukung adanya angkutan umum massal untuk tujuan awal transportasi pelajar. Nugraha juga melihat, cepat atau lambat, Tanjung Selor akan berstatus kota. Itu berarti semakin padat penduduk, semakin ramai lalu lintas, dan ada kemacetan.
Kaltara dimekarkan dari Kaltim, dan ditetapkan sebagai provinsi baru, tahun 2013 lalu. Pusat pemerintahan Kaltara, sekaligus pusat pemerintahan Kabupaten Bulungan, yakni Tanjung Selor ini, mempunyai area seluas 1.227 km persegi.
Setelah menjadi pusat pemerintahan Kaltara, Tanjung Selor semakin ramai. Sebelumnya hanya ada satu persimpangan jalan yang memiliki lampu pengatur lalu lintas, tapi sekarang ada delapan persimpangan yang memilikinya.
“Sebelum Tanjung Selor jadi pusat pemerintahan Kaltara, jalanan sudah sepi pukul 20.00 Wita. Sekarang kendaraan masih hilir-mudik hingga larut malam. Memang belum nampak ada kemacetan, tapi bisa dibilang Tanjung Selor sudah beraktivitas 24 jam sehari,” kata Nugraha.