BALIKPAPAN, KOMPAS-Sejak ditetapkan sebagai kawasan konservasi, Mangrove Center Balikpapan di Kalimantan Timur belum mendapat banyak perhatian. Sejumlah kendala juga ditemui di lapangan, di antaranya belum ada landasan hukum dan dukungan riil pemerintah dari daerah. Selain itu, kekurangan relawan untuk pembibitan bakau.
Mangrove Center Balikpapan ditetapkan sebagai kawasan konservasi tahun 2011 oleh Wali Kota Balikpapan saat itu, yakni Imdaad Hamid. Namun hingga sekarang, Mangrove Center belum memegang landasan aturan yang kuat.
“Sejak ditetapkan, sudah dibahas tentang perlunya landasan legal, setidaknya Surat Keputusan (SK) atas kawasan ini. Namun tidak pernah ada kabarnya lagi. Memang, kawasan ini masuk dalam Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) sebagai kawasan hijau. Tapi itu belum cukup,” kata Agus Bei, Ketua Mangrove Center Balikpapan, Kamis (24/1/2019).
Setidaknya ada landasan hukum minimal Peraturan Gubernur (Pergub) terhadap kawasan bakau seluas 150 hektar ini. Kawasan bakau ini, menurut Agus, sebagian bersertifikat letter C atau surat segel. “Kalau ada aturan baku, kita bisa menjaga mangrove tidak beralih fungsi. Meski ada yang pegang surat segel, tetap tidak bisa membabat bakau,” katanya.
Meski demikian, menurut Agus, aturan apa pun tidak berarti jika upaya pelestarian bakau tidak tersentuh. Pengelolaan tempat ini, bukan semata menggarap ekowisatanya. Namun juga bagaimana caranya menambah bakau, hingga mengurusi sampah.
“Kami perlu banyak relawan untuk membantu, setidaknya dalam pembibitan bakau. Kami pun memerlukan bantuan pihak-pihak lain untuk mengurusi sampah. Saya dan warga di sini yang menggerakkan Mangrove Center, sudah habis waktunya berkutat dengan bakau, dan menjalankan wisata,” kata Agus.
Mangrove Center Balikpapan dikelola warga dan tidak memakai APBD. Namun, bisa berjalan karena perlahan mulai muncul bantuan dari pihak-pihak lain.
Pemerhati pariwisata yang juga dosen Politeknik Negeri Balikpapan Syahrul Karim mengatakan, peran pemerintah daerah memang minim untuk mendukung Mangrove Center Balikpapan. Syahrul mengamati perkembangan tempat itu selama bertahun-tahun. Ia pun terkesan pada kegigihan Agus dalam mengelola Mangrove Center itu.
Awal Januari 2019 ini, Agus menerima penghargaan dari Pemprov Kaltim sebagai Tokoh Berjasa dan Masyarakat Berprestasi 2018. Sebelumnya tahun 2017, Agus meraih Kalpataru kategori perintis lingkungan.
Balikpapan, menurut Syahrul, masih melihat pantai sebagai potensi wisata. Padahal daya tarik wisata Balikpapan adalah mangrove. Balikpapan sebenarnya beruntung karena masyarakatnya yang mengupayakan sendiri potensi Mangrove Center Balikpapan sebagai ekowisata.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Balikpapan Suryanto, juga mengakui potensi ekowisata balum tergarap. Dia juga menyebut satu-satunya yang sudah berjalan bagus, hanya Mangrove Center Balikpapan. Kendala yang ada, menurut dia, lebih ke anggaran.
Meski demikian, Pemkot Balikpapan, menurut Suryanto, terus mengupayakan dukungan. Salah satunya mengupayakan terealisasinya jalan masuk ke areal tersebut. Menuju ke dermaga Mangrove Center Balikpapan memang cukup berliku karena melewati gang-gang cukup sempit.