Demam Berdarah Masih Mengancam
Demam berdarah dengue masih mengancam di musim pancaroba. Memastikan tak ada jentik nyamuk dan mengenali gejala penyakit menjadi sangat penting.
CIREBON, KOMPAS —Demam berdarah dengue masih mengancam Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, hingga April mendatang. Laporan kasus DBD yang masuk ke Kementerian Kesehatan dari seluruh Indonesia terus meningkat.
Peralihan musim dari hujan ke kemarau, di mana ada genangan air dan cuaca hangat, meningkatkan perkembangbiakan nyamuk. Dinas kesehatan gencar menyosialisasikan dan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk.
”Evaluasi lima tahun terakhir, kasus DBD biasanya melonjak mulai Desember hingga akhir pancaroba bulan April. Setelah itu, kasus baru turun,” ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular di Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Sartono, Kamis (24/1/2019).
Selain pemberantasan sarang nyamuk (PSN), untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran DBD, dinkes melakukan pengasapan (fogging) di 15 titik.
”Pengasapan khusus dilakukan hingga radius 200 meter dari titik penemuan kasus. Tindakan ini sesuai kondisi yang kami temukan, seperti minimal dua orang demam tinggi dan rumah yang bebas jentik nyamuk kurang dari 95 persen,” ujarnya.
Sartono mengatakan, pengasapan saja tidak cukup untuk mencegah merebaknya DBD. Sebab, pengasapan hanya efektif membunuh nyamuk dewasa, bukan sumber produksi nyamuk.
Untuk itu, sejak akhir tahun lalu, pihaknya meminta puskesmas yang tersebar di 40 kecamatan untuk mengingatkan warga menjaga kebersihan lingkungan agar jentik nyamuk diminimalkan.
Upaya PSN juga digiatkan melalui peran juru pemantau jentik (jumantik). Para jumantik mengingatkan warga untuk menguras dan menutup rapat semua penampungan air dan mengubur atau mendaur ulang barang bekas yang bisa menjadi tempat penampungan air.
Namun, PSN belum berjalan rutin dan menyeluruh. Natifa (44), warga RT 001 RW 012 Perbutulan, Kecamatan Sumber, mengatakan tak tahu cara mencegah DBD melalui PSN. ”Saya enggak pernah ketemu jumantik. Kalau ada nyamuk, saya usir pakai kipas angin,” ujar ibu tiga anak ini.
Kepala Puskesmas Waruroyom di Kecamatan Depok, Fardan Salahuddin, mengatakan, pihaknya bersama jumantik telah berupaya mencegah penyebaran DBD melalui PSN dengan berkeliling dari rumah ke rumah.
Namun, jumlah petugas terbatas. Puskesmas Waruroyom hanya punya belasan jumatik untuk melakukan pemeriksaan jentik di 13.866 rumah yang tersebar di 12 desa.
Lebih 9.000 kasus
Sejak 1 Januari hingga 23 Januari 2019, Kementerian Kesehatan mencatat ada 9.439 laporan terduga kasus DBD di seluruh provinsi di Indonesia. Sebanyak 85 orang meninggal.
Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihantono, jumlah kasus terbanyak ada di Jawa Timur, yakni 1.847 kasus, 37 orang di antaranya meninggal. Selanjutnya Lampung dengan 821 kasus, Nusa Tenggara Timur 785 kasus dan Sulawesi Utara 720 kasus.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Jatim Setya Budiono menyatakan berkoordinasi dengan dinkes kabupaten/kota dan rumah sakit untuk menanggulangi DBD.
”Kami juga melakukan pendampingan teknis ke kabupaten/kota terkait kasus DBD dan kematian bersama balai besar teknik kesehatan lingkungan dan pengendalian penyakit, ” kata Setya yang ditemui di Jakarta, Kamis.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Jabar Widyawati di Bandung, Kamis, mengatakan, sejauh ini ada delapan orang meninggal akibat DBD. ”Pasien datang ke fasilitas kesehatan dalam kondisi parah,” katanya.
Kasus kematian tertinggi di Kota Bogor dengan tiga kejadian. Selanjutnya Kota Depok (2), Kabupaten Cianjur (2), dan Kota Sukabumi (1). Jumlah penderita DBD di Jabar saat ini ada 1.083 kasus.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Dinkes Kota Bandung Rosye Arosdiani Apip mengimbau masyarakat mengenali gejala DBD. Gejala yang mudah dikenali adalah pasien demam tinggi selama 2-7 hari. Harus diwaspadai siklus pelana kuda, yakni saat suhu tubuh pasien turun. Hal ini dikira sembuh.
”Padahal, penurunan suhu merupakan tanda fase lanjut virus bekerja. Demam tinggi akan kembali. Pasien harus lekas diperiksa untuk mendapat penanganan tepat,” ujar Rosye. (IKI/SEM/BIL/E07)