JAYAPURA, KOMPAS — Kasus gizi buruk muncul lagi di Kabupaten Asmat, Papua. Sejak awal Januari 2019 hingga kini, tercatat 17 kasus gizi buruk ditangani Rumah Sakit Umum Daerah Agats. Tahun lalu, di wilayah itu ada kejadian luar biasa campak dan gizi buruk.
Dokter spesialis anak RSUD Agats, Helen Mayasari Subekti, saat dihubungi dari Jayapura, Jumat (25/1/2019), menyatakan, penderita berusia 1-3 tahun. ”Mereka tak murni gizi buruk. Ada penyakit penyerta, seperti tuberkulosis, pneumonia, dan diare,” katanya.
Dari tiga kali pengukuran berat badan dalam waktu berbeda, kondisi anak-anak tidak berubah. Ada anak usia 1 tahun berat badannya hanya 6 kilogram. Idealnya, berat pada usia tersebut 10 kilogram.
”Ada dua kemungkinan penyebab anak-anak ini mengalami gizi buruk, yakni kurang makanan bergizi atau akibat penyakit, seperti TBC, pneumonia, dan diare,” katanya.
Direktur RSUD Agats drg Yenny Yong mengatakan, setelah status kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk dicabut Maret 2018, masih ditemukan kasus gizi kurang dan gizi buruk di Asmat. Dari Maret hingga awal Desember 2018, ada 75 kasus, 5 di antaranya meninggal karena gizi buruk disertai diare, TBC, malaria, pneumonia, atau kombinasi TBC dan pneumonia. "Jadi, tidak murni akibat gizi buruk,” kata Yenny.
September 2017-1 Februari 2018, KLB campak dan gizi buruk melanda Asmat. Ada 646 anak terkena campak dan 144 anak menderita gizi buruk di 19 distrik. Sebanyak 72 anak di antaranya meninggal.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat Richard Mirino mengatakan, pihaknya sudah berupaya maksimal melaksanakan sosialisasi di setiap kampung tentang pentingnya makanan bergizi bagi anak.
Pemkab Asmat juga menjalankan Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan di sejumlah puskesmas. Program ini memberi bantuan makanan bergizi dan vitamin bagi ibu hamil, menyusui, dan anak baru lahir hingga 2 tahun.
”Kami akan memperluas cakupan program untuk membantu para ibu memberikan makanan bergizi bagi anak,” ujar Richard.
”Stunting”
Di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, 15.765 anak mengalami stunting (tubuh pendek) akibat kekurangan gizi kronis. Mereka tersebar di 6 kecamatan, yakni Astanajapura, Babakan, Gempol, Lemahabang, Mundu, dan Plered. Kabupaten Cirebon masuk dalam 160 kabupaten/kota di Indonesia yang menjadi fokus perbaikan pemerintah pusat.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi penderita stunting di Cirebon 8,63 persen, setara 15.765 anak usia balita. Jumlah ini turun dibandingkan data Riskesdas 2013, prevalensinya 42,47 persen, setara 71.712 anak balita.
”Jika tak segera diatasi, Cirebon akan kehilangan generasi emas,” ujar Pejabat Bupati Cirebon Dicky Saromi dalam kampanye pencegahan dan penanganan stunting di Cirebon, Jumat. Acara juga diisi penandatanganan komitmen pencegahan stunting oleh para pejabat Cirebon dan petugas puskesmas.
Dicky berkomitmen mencegah dan menangani stunting melalui peran lintas sektor. Dinas perumahan kawasan permukiman dan pertanahan untuk memastikan ketersediaan air bersih. Dinas ketahanan pangan untuk menjamin kecukupan gizi. (FLO/IKI)