GOWA, KOMPAS Tahun ini pemerintah akan memulai pembangunan bendungan untuk menampung aliran Sungai Jenelata di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Selain memberikan manfaat ekonomi, bendungan baru itu dibutuhkan untuk mengurangi potensi banjir.
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan-Jeneberang Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyiapkan desain Bendungan Jenelata.
Bendungan itu akan menempati lahan di lima desa di Kabupaten Gowa, yakni Moncongloe, Bilalang, Tanakaraeng, Pattallikang, dan Manuju.
Kepala BBWS Pompengan-Jenebarang Teuku Iskandar, Rabu (30/1/2019), mengatakan, saat ini proses di tahap sertifikasi desain. Tahun ini ditargetkan kontrak pembangunan dapat ditandatangani.
Konstruksi Bendungan Jenelata diperkirakan menghabiskan dana Rp 1,7 triliun-Rp 2 triliun. Kementerian PUPR menargetkan bendungan rampung pada tahun 2022.
Berdasarkan desain yang disiapkan, Bendungan Jenelata akan memiliki volume tampung maksimal 246 juta meter kubik. Volume ini masih lebih kecil dibandingkan daya tampung maksimal Bendungan Bili-Bili di Gowa yang mencapai 375 juta meter kubik.
”Bendungan ini akan menyediakan air irigasi untuk 23.690 hektar lahan dan menggerakkan pembangkit listrik tenaga air 0,4 megawatt,” ujar Iskandar. Bendungan itu juga akan menampung luapan air sungai saat intensitas hujan tinggi.
Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan mengatakan, pembangunan Bendungan Jenelata mendesak dilakukan. Luapan air Sungai Jenelata, pekan lalu, membuat jembatan di Jalan Poros Sapaya, Kabupaten Gowa, putus.
Sungai Jenelata merupakan anak Sungai Jenebarang. Senin pekan lalu, pertemuan arus air di Jenelata membuat air di Bendungan Bili-Bili melebihi kapasitas. Akibatnya, pintu air Bili-Bili harus dibuka dan menyebabkan banjir di hilir.
Warga berharap direlokasi
Sementara itu, warga Dusun Pattiro, Desa Pattallikang, Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, khawatir menempati kembali rumah mereka di lokasi rawan longsor. Bencana yang merenggut nyawa 21 orang itu membuka mata mereka akan bahaya yang mengintai.
Dari penelusuran Kompas di hutan Dusun Pattiro, Rabu, ada sejumlah titik bekas longsor, batu-batu berukuran besar dan retakan tanah di atas pemukiman warga. Salah satu titik berada di belakang SD Inpres Pattiro.
Menurut Hasan Basri, guru SD Inpres Pattiro, banyak titik retakan tanah berada di atas permukiman warga dan sekolah. Semua bangunan berdiri di sisi Jalan Poros Bungaya di bukit curam. Jika beberapa hari intensitas hujan tinggi, retakan akan jenuh air dan bisa ambruk menimpa permukiman warga.
Warga menyadari, rumah mereka terletak di jalur rawan longsor. Mereka berharap bisa direlokasi ke tempat lebih aman.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Gowa menyatakan, sepanjang Jalan Poros Bungaya, termasuk semua permukiman di Pattiro, masuk kategori rawan longsor. Saat longsor, Selasa (22/1) sekitar pukul 11.00 Wita, sekolah ikut terdampak. Beruntung siswa sudah dipulangkan.
Saat ini, tumpukan material longsor di Pattiro bisa ditembus kendaraan. Ekskavator akan diarahkan untuk membuka rute menuju Kecamatan Bungaya, kecamatan tetangga Manuju, yang juga terdampak longsor.
Pembersihan longsor sekaligus untuk mencari korban. Hingga Rabu petang, 19 korban tewas sudah ditemukan. Pencarian dua korban lain akan dilanjutkan pada Kamis ini. (DIM/FRN)