YOGYAKARTA, KOMPAS — Kesiapsiagaan masyarakat di sekitar Gunung Merapi untuk menghadapi bencana terus ditingkatkan menyusul munculnya awan panas guguran dari gunung api di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah itu.
Gunung Merapi mulai mengeluarkan awan panas guguran pada Selasa (29/1/2019) malam. Saat itu, Merapi tercatat mengeluarkan tiga kali awan panas guguran dengan jarak luncur terjauh 1.400 meter.
Pada Kamis (31/1), ada 27 kali guguran di Merapi, 6 di antaranya tampak secara visual dengan jarak luncur 200-700 meter. Sementara pada Jumat (1/2) hingga pukul 12.00, Merapi mengalami 10 kali guguran, tetapi tidak ada yang teramati secara visual.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Makwan, Jumat, di Yogyakarta, mengatakan, ada 12 pos pemantauan Gunung Merapi di Sleman yang dikelola masyarakat. ”Inisiatif pembukaan pos itu dari warga, kami hanya memfasilitasi,” katanya.
Makwan menjelaskan, pos pemantauan yang dikelola warga itu tersebar di tiga kecamatan di Sleman yang berada di lereng Merapi, yakni Cangkringan, Pakem, dan Turi. Setiap hari warga bergiliran berjaga di pos-pos tersebut untuk melakukan pengamatan secara visual terhadap kondisi Gunung Merapi.
Dengan adanya pengamatan secara mandiri itu, diharapkan warga lebih siap mengantisipasi peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Merapi.
Selain pos pemantauan, BPBD Sleman juga telah memasang sistem peringatan dini (EWS) di 20 titik di kawasan rawan bencana (KRB) III erupsi Gunung Merapi.
KRB III merupakan wilayah yang diperkirakan paling terdampak jika erupsi Merapi terjadi. Pemasangan EWS itu untuk memberikan peringatan dini terkait potensi bahaya akibat awan panas atau lahar hujan dari Merapi.
Kondisi siap siaga juga dilakukan di desa-desa Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang termasuk dalam wilayah KRB III. Selain menyiapkan perlengkapan dan barang berharga untuk dibawa mengungsi, warga juga berbenah menyiapkan jalur-jalur evakuasi baru.
Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Kabupaten Magelang Didik Wahyu Nugroho mengatakan, jalur-jalur evakuasi baru tersebut adalah jalan-jalan kecil yang semula hanya merupakan jalan untuk aktivitas bertani. (HRS/EGI)