Pengawasan Dana Desa Perlu Diperketat
PALEMBANG, KOMPAS — Pengawasan penggunaan dana desa perlu diperketat. Setiap tahun alokasi dana desa terus bertambah, tetapi sejumlah penyimpangan dalam pengelolaan dana desa masih terjadi.
Hal ini mengemuka dalam diskusi Pengentasan Kemiskinan Berbasis Pembangunan Desa di Sumatera Selatan, Senin, (4/2/2019).
Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Anwar Sanusi mengatakan, program dana desa bertujuan untuk memajukan desa tersebut. Empat tahun terakhir, anggaran dana desa terus meningkat.
Pada tahun 2015, anggaran dana desa yang dikucurkan sebesar Rp 20,67 triliun untuk 74.093 desa. Adapun pada tahun 2018, anggaran dana desa menjadi Rp 60 triliun untuk 74.957 desa. Setiap desa rata-rata mendapatkan Rp 800,4 juta.
Melihat anggaran yang sedemikian besar, kata Anwar, pengawasan harus terus dilakukan. Pihaknya telah bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi guna mencari pendekatan yang paling efektif mengurangi penyimpangan dalam penggunaan dana desa.
Pihaknya juga telah membentuk satgas dana desa yang bertugas memeriksa laporan masyarakat tentang dugaan adanya penyimpangan dana desa. ”Apabila ada laporan masyarakat dengan data yang lengkap, satgas dana desa akan segera memverifikasinya dan dalam waktu satu minggu sudah akan bekerja ke lapangan untuk menginvestigasi laporan tersebut,” ujarnya.
Apabila dalam pelanggaran ditemukan tindak pidana, kasus diserahkan kepada kepolisian. Namun, apabila hanya berkaitan dengan kesalahan adminstrasi, tentu akan ada sanksi.
Anwar mengakui, beberapa kasus penyelewengan dana desa yang terjadi adalah penggunaan dana desa yang tidak sesuai dengan prioritas desa. Selain itu, pengelolaan APBDes yang tidak melalui forum. ”Padahal, untuk penggunaan dana desa harus berdasarkan forum musyawarah desa,” ujarnya.
Kasus yang ditemukan antara lain ada desa yang menggunakan dana desa untuk membuat lapangan tembak desa. ”Untuk apa fasilitas itu? Memang siapa yang mau ditembak,” katanya.
Pihaknya terus berkoordinasi terutama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola dana desa, terutama kepala desa.
Dana desa bisa digunakan untuk membangun antara lain pembangunan fasilitas umum, seperti jalan desa, pasar desa, embung air bersih, dan sarana lain. Di samping itu, dana desa juga digunakan untuk pemberdayaan masyarakat.
Sebagai wujud transparansi, sejak 2017, pihaknya telah mewajibkan setiap kepala desa untuk memublikasikan APBDes-nya di ruang terbuka agar diketahui masyarakat. ”Karena dari APBDes pengeluaran dan pemasukan dapat diketahui,” ujarnya.
Pengawasan di kabupaten/kota
Wakil Gubernur Sumatera Selatan Mawardi Yahya mengatakan, masih banyak penyimpangan yang ditemukan. Bahkan, ada kepala desa yang bersekongkol dengan pendamping desa untuk memperoleh keuntungan dalam menyalurkan dana desa.
Sejauh ini, kata Mawardi, pemerintah provinsi tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi penggunaan dana desa karena pengawasan diserahkan kepada pemerintah kota atau kabupaten. ”Padahal, pemerintah provinsi adalah perwakilan dari pemerintah pusat dan dananya dari pemerintah pusat,” katanya.
Mawardi berharap keberadaan dana desa dapat berkontribusi mengurangi angka kemiskinan di Sumsel yang sampai saat ini mencapai angka 12,52 persen. Dari 17 kabupaten kota yang ada di Sumsel, dua kabupaten masih berstatus tertinggal, yakni Musi Rawas dan Musi Rawas Utara. Dari 2.853 desa yang ada di Sumsel, 176 di antaranya masih tertinggal. ”Untuk itu, penggunaan dana desa harus dioptimalkan terutama untuk pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Sumsel Yusnin mengatakan, tahun ini Sumsel mendapatkan alokasi dana sekitar Rp 2,6 triliun untuk 2.853 desa di 13 kabupaten dan 1 kota. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sekitar Rp 2,3 triliun. Untuk mengantisipasi adanya penyalahgunaan, penggunaan dana desa harus sesuai dengan prioritas desa.
Salah satu cara meminimalisasi penyelewengan adalah pengalokasian dana desa yang dilakukan bertahap. Dengan demikian, apabila terjadi kesalahan pelaporan, penyaluran berikutnya akan tertahan. ”Namun, pengawasan ada di pemerintah kota/kabupaten,” ujarnya.