Kekerasan Organisasi Kepemudaan di Medan Harus Diputus
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN,KOMPAS – Kekerasan antar organisasi kepemudaan yang terjadi di Medan, Sumatera Utara, merupakan kejahatan jalanan luar biasa yang terus menelan korban jiwa. Kekerasan tumbuh subur karena banyak pemuda yang kesulitan mendapat lapangan kerja akhirnya menggantungkan diri pada perburuan rente melalui organisasi kepemudaan.
Sosiolog Universitas Sumatera Utara Muba Simanihuruk, Rabu (6/2/2019), mengatakan, kekerasan antar organisasi kepemudaan terus terjadi untuk memperebutkan kekuasaan ekonomi di daerah-daerah tertentu. Banyak anggota organisasi di tingkat akar rumput yang menjadi korban perebutan ladang ekonomi.
Terakhir, seorang anggota Ikatan Pemuda Karya, Jarisman Saragih (22), meninggal dikeroyok anggota Pemuda Pancasila (PP), Sabtu (2/2/2019). Jarisman ditarik dari dalam angkot saat melintas di Lorong I, Jalan Cemara, Medan. Jarisman ketika itu berkonvoi usai acara pelantikan organasasi pemuda Ikatan Pemuda Karya (IPK) bersama anggota organisasi lainnya.
Ia dikeroyok hingga tewas. Di tubuhnya bersarang tujuh peluru senapan angin. Polisi telah menangkap empat dari 10 pelaku.
Muba mengatakan, persoalan utama konflik antar organisasi kepemudaan adalah perebutan ladang ekonomi. “Para anggota di akar rumput biasanya memperebutkan lahan parkir. Kalau pimpinannya merebut proyek dari pemerintah atau menjual jasa keamanan dari pengusaha,” katanya.
Kekerasan itu pun terus berkepanjangan karena mereka didoktrin oleh sejarah konflik masa lalu. Konflik masa lalu itu menjadi doktrin bagi setiap anggota untuk terus mempertahankan keberadaan organisasinya.
Beri pekerjaan
Untuk memutus rantai kekerasan tersebut, kata Muba, hal yang paling mendasar adalah meningkatkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Kalau ada lapangan pekerjaan yang layak, masyarakat akan lebih senang bekerja dengan normal daripada melalui cara-cara kekerasan.
Kalau ada lapangan pekerjaan yang layak, masyarakat akan lebih senang bekerja dengan normal daripada melalui cara-cara kekerasan.
“Saya pernah bertanya langsung kepada beberapa anggota organisasi kepemudaan. Mereka semua tidak ada yang senang melakukan pekerjaan seperti itu. Namun, mereka tidak punya pilihan pekerjaan lain. Mereka pun terjebak dalam lingkaran kekerasan karena menggantungkan hidup pada organisasi kepemudaannya,” katanya.
Penyebab lainnya, kata Muba, ada semacam kebanggaan semu di tengah masyarakat jika bergabung dengan organisasi kepemudaan. Bahkan banyak orangtua yang merasa senang ketika anaknya bergabung dengan organisasi kepemudaan. Ini turut mendorong tumbuh suburnya kekerasan.
Muba mengatakan, polisi harus melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap semua pelanggaran yang dilakukan organisasi kepemudaan untuk memutus rantai kekerasan. Tidak hanya kekerasan antar organisasi. Yang paling penting adalah memutus kekerasan terhadap masyarakat. Banyak para pengusaha yang harus menyetor “uang keamanan” agar usahanya tidak diganggu.
Kalau dibiarkan, legitimasi organisasi kepemudaan semakin kuat di masyarakat. “Justru legitimasi aparat penegak hukum semakin lemah di mata warga karena pelanggaran hukum tidak bisa ditindak tegas,” katanya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Medan Ajun Komisaris Besar Putu Yudha Prawira mengatakan, pihaknya berupaya menindak tegas setiap pelanggaran hukum yang dilakukan organisasi kepemudaan. “Kami sudah menangkap empat dari 10 pelaku kekerasan. Yang lainnya juga akan kami kejar,” katanya.
Putu mengatakan, mereka terus membangun komunikasi kepada pimpinan organisasi kepemudaan untuk menghentikan segala kekerasan. Para pimpinan organisasi pun sepakat untuk menghentikan kekerasan dalam bentuk apa pun. “Jika ada terjadi kekerasan di lapangan, mereka menyerahkan sepenuhnya pada penegakan hukum,” ujar Putu.