Seni teater di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, tidak berkembang dalam lima tahun terakhir. Minimnya apresiasi seni dan keterbatasan dana membuat hanya ada satu grup teater yang kerap mementaskan karyanya.
Oleh
Lukas Adi Prasetya
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Seni teater di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, tidak berkembang dalam lima tahun terakhir. Minimnya apresiasi seni dan keterbatasan dana membuat hanya ada satu grup teater yang kerap mementaskan karyanya.
Satu-satunya kelompok teater yang aktif di Balikpapan adalah Junjung Nyawa. Berdiri awal 2015, Junjung Nyawa sudah menggelar tiga pentas tunggal dan sekali pentas mini.
”Teater benar-benar redup sejak 2014. Kendala terbesarnya tidak ada dana. Hal itu membuat grup-grup teater akhirnya tidak aktif lagi,” kata Yudi Pratama, pendiri Teater Junjung Nyawa, Rabu (6/2/2019).
Sebelum di Teater Junjung Nyawa, Yudi tergabung di beberapa grup teater. Yudi mengingat pentas terakhirnya sebelum mendirikan Junjung Nyawa pada 2012. Saat itu, dia pentas dalam rangka ekshibisi teater se-Kalimantan.
Wakil Ketua Teater Junjung Nyawa Daud Ricard menambahkan, keberadaan grup teater sangat penting untuk memberikan wadah bagi para pegiat seni. Hal itu terutama bagi mereka yang aktif berteater semasa duduk di bangku SLTA dan masih ingin berteater setelah lulus.
Sayangnya, hanya ada satu grup teater umum di Balikpapan. Sejak Junjung Nyawa berdiri, atau lima tahun lalu, belum ada grup lain. Idealnya ada 3-5 grup teater di Balikpapan sehingga tercipta iklim yang bagus. Opsi memilih grup teater lebih banyak, juga frekuensi pementasannya.
”Kalau hanya satu grup, susah bagi kami untuk cari pembanding. Tidak ada rekan. Masyarakat juga melihat yang tampil pentas teater, kok, hanya satu grup ini selama bertahun-tahun. Frekuensi pentas pun akhirnya sangat terbatas karena biayanya besar,” kata Daud.
Diakui keterbatasan dana juga menjadi masalah. Junjung Nyawa bertahan karena menjalankan seni teater secara gotong royong. Pentas ialah bukti eksistensi Junjung Nyawa dan itu tidak menutup biaya operasionalisasi.
Junjung Nyawa juga berkutat pada kendala tempat pementasan. Gedung yang paling layak digunakan adalah Gedung Kesenian Balikpapan. Namun, biaya sewa terbilang tinggi untuk ukuran grup seni yang bermodal sedikit.
Akan tetapi, di tengah keterbatasan, menurut Yudi, Junjung Nyawa ingin terus rutin menggelar pentas untuk menjaga eksistensi dan semangat. Jangan sampai anggota Junjung Nyawa yang saat ini mencapai 65 orang tidak mendapat ruang pentas. Pertengahan Januari lalu, misalnya, Teater Junjung Nyawa tampil dalam sebuah pameran seni.
Teater Junjung Nyawa sudah tiga kali membuka perekrutan sejak berdiri dan tahun ini berencana membuka lagi. Daud berharap tahun ini bisa lahir satu lagi grup teater untuk menemani Junjung Nyawa.
”Masih rendahnya apresiasi seni oleh masyarakat juga dialami seni teater. Ini juga yang membuat sebagian pegiat teater di bangku sekolah akhirnya tidak melanjutkan gairah berteater selepas lulus. Sayang jika potensi ini tidak ditangkap,” kata Daud.