BANDA ACEH, KOMPAS - Konflik antara satwa lindung gajah sumatera dengan manusia di Provinsi Aceh belum mereda. Dalam sepekan terakhir kawanan gajah liar memasuki kawasan permukiman penduduk di Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah dan Kecamatan Keumala, Kabupaten Pidie. Konflik tersebut merugikan warga dan mengancam populasi gajah.
Camat Pintu Rime Gayo Sanusi dihubungi Senin (11/2/2019) menuturkan, kawanan gajah liar sebanyak 32 ekor kini berada di dalam perkebunan warga di Desa Seni Antara. Posisi gajah liar dengan permukiman penduduk sekitar 1 kilometer. Warga dilarang pergi ke kebun dan meningkatkan kewaspadaan.
Kata Sanusi, pada Minggu malam, dua warga sempat terjebak di kebun, namun warga lainnya, dan petugas dari pusat mitigasi konflik satwa berhasil menggiring gajah liar dengan menggunakan mercon.
“Perkebunan warga rusak karena diinjak kawanan gajah, namun kami belum menghitung berapa luas dan nilai kerugian,” kata Sanusi.
Sanusi mengatakan, saat ini tim berusaha menggiring gajah untuk kembali ke dalam kawasan hutan lindung. Penggiringan dilakukan dengan membunyikan mercon dan menggunakan gajah jinak. Namun, kata Sanusi penggiringan membutuhkan waktu lama, sebab dalam kawanan gajah itu terdapat bayi gajah sehingga pergerakan gajah itu lambat.
Koordinator Conservation Respon Unit (CRU) Peusangan Syahrul Riza mengatakan tim penggiringan dan gajah jinak bersiaga penuh di Desa Seni Antara. Kata Syahrul hingga hari ke empat, gajah liar itu masih bertahan di kawasan penduduk.
Kawanan gajah liar juga memasuki kawasan Desa Cot Seutui dan Pulo Baro, Kecamatan Keumala, Kabupaten Pidie. Gajah liar itu masuk ke lahan pertanian warga. Seluas 20 hektar sawah warga rusak, padahal padi warga menjelang masa panen. Kini sebagian warga berjaga-jaga di sawah untuk mengusir kawasanan gajah.
Camat Keumala Gabaruddin menuturkan, kawanan gajah liar kerap masuk ke kawasan pertanian warga. Keumala, Geumpang, dan Tangse bertatasan dengan hutan lindung yang merupakan habitat gajah. “Konflik gajah di Pidie terus berulang, selama ini penanganan hanya dengan membakar mercon dan penggiringan,” kata Gabaruddin.
Pada November 2018, Kamaruddin (50) seorang warga Pidie kritis setelah diserang gajah liar. Korban berpapasan dengan gajah liar saat pulang dari kebun. Kejadian serupa terulang pada 7 Jaunuari 2019, Thamrin (55) warga Tangse, juga kritis diinjak gajah liar.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo, konflik gajah dengan manusia kian masif akibat berkurangnya habitat gajah karena dialihkan menjadi kawasan budidaya. Saat ini 85 persen populasi gajah di Aceh berada di luar wilayah konservasi.
“Populasi gajah paling besar berada di dalam kawasan budidaya atau area penggunaan lain yang sebenarnya awalnya adalah lintasan gajah,” ujar Sapto.
Parahnya lagi di area budidaya itu ditanami tanaman yang disukai gajah seperti kelapa sawit, jagung, padi, dan pinang. Akibatnya, saat gajah melintasi jalur itu tanaman tersebut dimakan. Oleh warga yang kebunnya rusak, gajah dianggap sebagai hama. “Ujung-ujungnya gajah mati diracun atau kena setrum,” kata Sapto.