WAINGAPU, KOMPAS- Merebaknya penyakit demam berdarah dengue di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur dalam kondisi darurat. Jumlah pasien meninggal dunia sampai dengan Selasa (12/2) menjadi delapan orang, dan pasien dirawat di tiga rumah sakit di Waingapu lebih dari tiga ratus orang. Butuh perhatian semua pihak mengatasi kasus DBD ini.
Direktur Rumah Sakit Imanuel Waingapu, Sumba Timur, Danny Christian dihubungi, Rabu (13/2) mengatakan, jumlah pasien yang dirawat di tiga rumah sakit di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur sebanyak 335 orang, terhitung sejak Januari – 12 Februari. Dari jumlah itu, delapan orang meninggal dunia.
“Jumlah 335 pasien ini, hampir 80 persen adalah anak-anak, usia 0 – 17 tahun. Kelompok anak usia ini jarang memakai selimut saat tidur, dan tidak pernah menggunakan kelambu. Selain itu, masyarakat pun kurang peduli dengan lingkungan sekitar sehingga membiarkan genangan air di mana-mana, termasuk di sekitar rumah mereka,”kata Danny.
RSU Immanuel merawat 102 pasien, semua selamat. Hanya ada ada beberapa pasien mengalami pendarahan spontan dari saluran pencernaan dan pendarahan dari hidung.
Direktur RSK Lindimara Alhairini mengatakan, pasien DBD yang dirawat di rumah sakit itu sebanyak 88 orang, tiga diantaranya meninggal dunia. Satu pasien meninggal terakhir, Selasa (12/2), yakni Anastasia Clarita Ina (4). Sebagian pasien sedang dalam proses perawatan, dan sebagian lagi sudah pulang ke rumah.
Direktur RSUD Umbu Rara Meha, Dr Lely Harakai mengatakan, pasien DBD meninggal dunia di rumah sakit itu sebanyak lima orang, terhitung sejak Januari- 11 Februari 2019. Pasien terakhir meninggal di rumah sakit, berasal dari Kecamatan Nggaha Ori Ungu, yakni Benedikta Kale (5). Jumlah pasien yang dirawat sebanyak 145 orang.
Bupati Sumba Timur Gideon Mbilijora mengatakan, telah menetapkan kasus DBD itu sebagai kejadian luar biasa (KLB). Kini, sedang dilakukan fogging (pengasapan) di titik-titik tertentu yang dinilai rawan pengembangan nyamuk Aedes aegyti. Selain fogging, masyarakat diajak untuk membersihkan lingkungan.
Ia mengatakan, masyarakat sudah paham tentang upaya menghilangkan nyamuk Aedes aegypti ini, dengan cara menguras, mengubur, menutup, dan mengalirkan. Jika ada genangan air di sekitar rumah, segera mungkin dialirkan atau lokasi itu ditimbuni tanah.
Kebanyakan masyarakat bersikap masa bodoh, dan kurang peduli. Kondisi ini didukung intensitas hujan tinggi dan cuaca dingin atau hangat.
“Kami kembali menggerakan program menguras, menanam, dan menutup. Ini cara mencegah yang sudah lama disuarakan, tetapi rupanya masyarakat belum sadar. Pada setiap kesempatan, kami terus dorong masyarakat untuk peduli terhadap masalah kesehatan ini,”kata Mbilijora.