Musik Platform Digital, Ruang bagi Penyanyi Kamar hingga Kafe
Oleh
LUKAS ADI PRASETYA
·4 menit baca
Program musik platform digital menjadi solusi bagi talenta-talenta di ranah musik untuk berkembang di daerah sendiri. Mereka yang hanya bernyanyi di kamar atau sudah bernyanyi profesional di kafe bisa meluncurkan singelnya tanpa harus ke kota besar dan tidak mengeluarkan banyak biaya. Mereka bisa mendapat kesempatan membawakan lagu sendiri secara bebas.
Music Whatever, program musik platform digital di Balikpapan, kembali menampilkan singel lagu yang mereka produksi, Kamis (14/2/2019) malam. Kali ini, dirilis lagu ”Senansa” yang dinyanyikan Monica Wijaya (26), penyanyi pendatang baru di Kalimantan Timur. ”Senansa” adalah lagu pertama Monica.
Banyak cerita tergali dari peluncuran singel itu. Monica menyebut dirinya hanya ”penyanyi kamar” sampai dua tahun lalu ketika menemukan Music Whatever. Hanya berbekal gitar dan ponsel, Monica merekam lagu-lagu band atau penyanyi lain dan mengunggah ke media sosial.
”Waktu itu enggak punya kamera dan peralatan yang bisa merekam (dengan kualitas) bagus. Mau bikin karya, bagaimana caranya, enggak tahu. Jadi, ya, hanya meng-cover lagu orang lain, dan enggak terbayang sama sekali nantinya bakal bikin singel,” kata Monica, di Damang Food and Resto Balikpapan, Kamis (14/2/2019) malam.
Perjalanan mengantarkan Monica bertemu dengan Music Whatever, sebuah proyek program musik platform digital yang digawangi beberapa anak muda. Namun, bukan proses mudah mewujudkan keinginan Monica. Salah satunya karena dia pemalu dan juga belum cukup percaya diri.
Director Music di Music Whatever Indar Hafiz mengungkapkan, tidak selalu kendala teknis yang muncul ketika menggarap proyek lagu. ”Sifat pemalu dan kurang percaya diri mesti selesai dulu sebelum ke teknis merekam. Itu bisa makan waktu lama,” ujar Indar.
Nama Monica, kini, cukup dikenal di Balikpapan. Selain tampil di sejumlah acara, Monica juga pernah mengisi pembukaan pentas grup band PADI. Selama dua tahun terakhir, Monica merasa kemampuan bermusiknya lebih terasah. Terkait lagu ”Senansa”, menurut dia, itu kepanjangan dari Senandung Sahabat. ”Lagu ini tentang sahabat,” katanya.
Terkenal atau belum
Music Whatever merupakan proyek program musik berbasis digital yang meluncur pertama kali pada Juli 2017. Tim Music Whatever memantau, menyaring, dan memberi ruang kepada musisi lokal, baik yang belum terkenal maupun yang sudah cukup dikenal.
Sejak berdiri, Music Whatever sudah membuat 40 rekaman atau klip, baik band maupun penyanyi tunggal. Sekitar 70 persen dari jumlah tersebut adalah mereka yang sudah memiliki jam terbang bermusik. ”Mereka pernah dan rutin tampil, misalkan di kafe,” katanya.
Sementara 30 persen lainnya adalah mereka yang sama sekali tidak mempunyai jam terbang dalam bermusik. Monica termasuk dalam kategori 30 persen itu. Indar meyakini, mereka yang termasuk kategori tersebut cukup banyak, tetapi masih tersembunyi bakatnya.
Tak dimungkiri, Kota Balikpapan dan Samarinda paling bisa menyediakan fasilitas bermusik dibandingkan dengan kabupaten sekitarnya. Tim Music Whatever juga ingin mencari talenta-talenta musik di Kaltim dan membantu mereka merealisasikan mimpinya.
Djeni, promotor di Music Whatever, Jumat, mengutarakan, program musik ini ingin memberi kontribusi nyata bagi musisi lokal. Tidak hanya karena mereka tidak perlu keluar Kaltim ke kota-kota besar di Jawa, tetapi juga meringankan dari sisi biaya operasional.
Imbas dari turunnya industri musik, baik penjualan fisik CD, DVD, kaset, maupun minat ke sekolah-sekolah musik, beriringan dengan acara-acara musik yang semakin jarang. Toko musik tutup dan studio musik berkurang. Menggelar acara juga ribet karena faktor biaya, perizinan, dan lain-lain.
”Ini mematikan dan membunuh para musisi dan band. Apalagi, kurang hadirnya band dan penyanyi baru karena yang hadir, ya, itu-itu saja. Musisi baru tidak dapat cukup ruang. Cara melampiaskan dan mengekspresikan musik melalui medsos (media sosial) menjadi cara agar musik mereka bisa dilihat publik,” tutur Djeni.
Ketika bertemu potensi, ya, harus didorong, dimaksimalkan. Tidak harus mereka ke kota besar seperti era lalu.
Music Whatever memproduksi musik dengan sentuhan standar broadcast. Mereka juga membuat acara live performance, mengemasnya agar menarik dan artistik, serta mempromosikannya. Selain merekam secara live di dalam studio, Music Whatever juga melakukannya di luar studio, bahkan siap untuk rekaman langsung secara mendadak.
”Aktivitas kami, 35 persen produksi musik, 25 persen di jaringan sosial, 25 persen live performance, dan 15 persen workshop musik. Kami ingin musisi dan penyanyi tidak harus ke Jakarta atau kota besar, tidak harus masuk label rekaman, tidak harus keluar dana besar untuk produksi seperti membuat rekaman, klip, promosi, dan memublikasikannya,” kata Djeni.
Indar menambahkan, Music Whatever lahir karena keresahan. Era kaset dan CD sudah berlalu dan saatnya era digital. Hal ini memberi ruang bagi musik agar tidak semakin terkotak-kotak. ”Sekarang, kita sudah enggak bisa bilang itu musik indie dan itu enggak. Musik, ya, mestinya bebas,” ujarnya.
Muara dari semuanya adalah meletakkan Balikpapan dalam ”peta permusikan” di Tanah Air. Indar percaya, potensi Balikpapan, juga Kaltim, besar.
”Ketika bertemu potensi, ya, harus didorong, dimaksimalkan. Tidak harus mereka ke kota besar seperti era lalu,” ujar Indar.