Rasuah Para Adipati Brang Wetan
Sedasawarsa hukuman penjara, denda Rp 700 juta, dan kehilangan hak politik lima tahun menjadi hukuman yang dijatuhkan untuk Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Kamis (14/2/2019), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Jawa Timur.
Syahri menjadi “adipati” ke-11 di Jatim yang dijatuhi hukuman akibat terlibat korupsi oleh meja hijau kurun tiga tahun terakhir. Masih ada Bupati Malang Rendra Kresna dan Wali Kota Pasuruan Setiyono yang dalam masa persidangan dan menanti vonis. Hukuman juga dijatuhkan dan sedang dijalani oleh Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa dan Wali Kota Blitar Samanhudi.
Vonis akibat korupsi juga sudah atau masih dijalani oleh para bekas kepala daerah tingkat dua. Mereka yang sudah digantikan oleh pejabat baru adalah mantan Wali Kota Madiun Bambang Irianto, mantan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, mantan Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus, mantan Wali Kota Malang Mohammad Anton, mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin, mantan Bupati Pamekasan Achmad Syafi’i, mantan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, dan mantan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman,
Mungkin perlu ditegaskan, ketiga belas bupati/wali kota yang terjerat dan dihukum itu seluruhnya terjaring atau hasil pengembangan operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, rasuah melibatkan pejabat teras dan anggota DPRD kabupaten, kota, provinsi serta pengusaha atau sektor swasta. Dalam kurun tiga tahun saja, khusus kasus yang diusut oleh KPK, pejabat eksekutif, legislatif, dan swasta yang terlibat lebih dari 100 orang.
Kesuksesan menjerat para adipati tadi, bagi KPK, mungkin biasa. KPK sejak didirikan pada 2002 telah menjerat kalangan pejabat tinggi eksekutif, legislatif, dan yudikatif tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta sejumlah pemimpin tertinggi perusahaan swasta. Namun, bagi 39,6 juta jiwa warga Jatim, khususnya di 13 kabupaten/kota dengan “adipati” yang terlibat korupsi merupakan tamparan menyakitkan.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak yang dilantik oleh Presiden Joko Widodo, Rabu 13/2), jelas menghadapi persoalan pelik dalam hal pencegahan korupsi di lingkungan mitra mereka, pemerintah daerah tingkat dua. Tidak mengherankan, Khofifah-Emil selepas dilantik berkunjung ke KPK dan sehari kemudian ke Badan Pemeriksa Keuangan. “Antikorupsi menjadi perhatian khusus kami,” kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, yang merupakan rumah dinas Gubernur Jawa Timur.
Budaya
Kalangan rakyat provinsi berjuluk Brang Wetan (seberang timur) era Kesultanan Mataram ini seakan ditarik kembali jauh beradab-abad silam melintasi perjalanan peradaban kerajaan-kerajaan. Korupsi bukan kejahatan baru melainkan sudah menjadi semacam tradisi dengan pelaku para elite kekuasaan dan korban yang selalu dibodohi adalah rakyat jelata.
Supratikno Rahardjo dalam Peradaban Jawa : Dari Mataram Kuno sampai Majapahir Akhir turut menceritakan bahwa manipulasi telah ada di era Mataram Kuno dan tercatat dalam prasasti bertarikh 741 caka atau 819 masehi. Petugas pajak saat itu yang disebut mangilala drwya haji menggelembungkan pajak yang dipungut dari rakyat.Rakyat selalu sengsara. Bahkan, History of Jawa karya Gubernur Jenderal Hindia-Belanda (1811-1816) Thomas Stamford Bingley Raffles menggambarkan penduduk Pulau Jawa amat nrimo atau pasrah terhadap keadaan. Korupsi yang terjadi di tubuh organisasi militer, hukum, dan kerajaan “dibiarkan” menggurita.
Penelusuran terhadap pemberitaan Kompas yang terbit sejak 28 Juni 1965, kasus korupsi di Jatim muncul pertama kali dalam edisi Senin (13/9/1965). Saat itu, Direktur PN Pabrik Gula Kebonagung berinisial IM divonis oleh Pengadilan Malang sebab terbukti menerima suap (korupsi). Pemberitaan kasus korupsi yang melibatkan bupati/wali kota di Jatim pertama kali terbit dalam edisi Kamis (15/81991) dimana Bupati Pasuruan saat itu membantah menerima suap. Periode 1990-2010, kasus rasuah menyeret Bupati Sumenep, Bupati Sampang, Bupati Tuban, Bupati Madiun, Bupati Blitar, Bupati Jember, dan Bupati Banyuwangi.
Modus Operandi
Adapun penyelewengan uang rakyat terjadi melalui banyak cara. Yang dianggap konservatif ialah penggelembungan nilai proyek dengan mencatut alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Lainnya, menerima atau memberi suap atau gratifikasi, memeras, memungut secara ilegal, menerima “upeti” dari bawahan atau staf, dan uang bermotif perjanjian kerja sama. Rasuah telah meracuni sistem kerja dan pertemuan antarpihak dalam pemerintahan hingga rapat-rapat pembahasan APBD atau program di DPRD. Tempat transaksi haram itu di mana-mana. Di kantor, gedung, hotel, taman, restoran, bahkan tempat istirahat di jalan tol.
Mantan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman misalnya dua kali terkena kasus korupsi. Salah satunya, menerima suap dalam lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten Nganjuk. Mantan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko terbukti memeras pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang yang terpaksa memungut dari dana kapisati BPJS Kesehatan di seluruh pusat kesehatan masyarakat.
Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dan Bupati Jombang Munjidah Wahab dalam kesempatan terpisah pernah berjanji tidak ingin mengulangi perbuatan pejabat terdahulu. Dengan strategi masing-masing, “adipati” wilayah bertetangga itu menjadikan pencegahan korupsi sebagai program utama pemerintahan. Langkah awal yang ditempuh biasanya “membersihkan” sisa rezim sebelumnya melalui proses mutasi dan rotasi. Harapannya, pemimpin merasa nyaman bekerja dan mendorong aparaturnya untuk tidak lagi terlibat korupsi.
Terobosan
Peneliti pada Pusat Studi Antikorupsi dan Kebijakan Pidana Universitas Airlangga, Iqbal Felisiano mengatakan, para bupati/wali kota di 38 kabupaten/kota plus Khofifah-Emil perlu membuat terobosan untuk pencegahan rasuah. Seharusnya sudah cukup rakyat Jatim mendapat rasa malu akibat kelakuan para raja kecil yang korupsi.
Iqbal menyarankan, pemerintah mendorong perluasan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan kasus korupsi. Publik perlu mendapat sosialisasi agar paham dan mau melapor kasus-kasus rasuah. “Harus ada mekanisme jaminan perlindungan untuk pelapor,” katanya.
Dalam konteks politik, Iqbal meminta publik mencari tahu dan tidak memilih calon kepala daerah, calon anggota legislatif yang terlibat kasus korupsi. Selain itu, mendorong kerja sama yang bersih dengan swasta agar tidak mau terlibat suap atau main-main dalam tender dan melapor jika terjadi pelanggaran. “APIP (aparat pengawasan intern pemerintah) juga harus diawasi agar tidak main-main oleh gubernur, bupati, dan wali kota dengan supervisi pemerintah pusat atau lembaga,” ujar Iqbal.