GORONTALO, KOMPAS— Babi rusa dan anoa, satwa endemik Sulawesi prioritas di Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto, Provinsi Gorontalo, masih diburu warga untuk dijual dan dikonsumsi. Kondisi itu mengkhawatirkan mengingat satwa liar merupakan indikator keutuhan ekosistem.
Informasi masih maraknya perburuan tersebut didapat Kompas pada akhir pekan lalu di Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto, Desa Sebar Tani, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalema, Gorontalo.
James Kumolontang dari Yayasan Adudu Nantu Internasional (YANI), lembaga sosial yang khusus bekerja menjaga suaka margasatwa, mengatakan, pada akhir tahun lalu ditemukan 60 jerat di sisi barat hutan konservasi. ”Jerat-jerat itu baru dipasang. Beruntung kami langsung menemukannya,” kata James.
James mengungkapkan, jerat-jerat dari tali nilon berukuran kecil itu dipasang untuk menjerat babi rusa (Babyrousa babyrussa) dan anoa (Bubalus sp). Penjerat menjual daging satwa liar ke Sulawesi Utara untuk dikonsumsi. Ada kecenderungan, menjelang akhir tahun, penjeratan semakin marak dilakukan.
Dalam daftar Badan Konservasi Dunia (IUCN), babi rusa dan anoa berstatus rentan. Di Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto, hidup dua jenis anoa, yakni anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan anoa dataran tinggi (Bubalus quarlesi). Penjerat menjual daging satwa liar ke Sulawesi Utara untuk dikonsumsi.
James menuturkan, jerat-jerat biasanya dipasang paling jauh 2 kilometer dari Kubangan Adudu, kubangan yang mengandung mineral tempat babi rusa dan anoa menjilati air atau berendam. Kedua jenis binatang itu membutuhkan mineral untuk menetralkan racun setelah makan buah-buahan.
Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara Wilayah Konservasi II Gorontalo, populasi babi rusa saat ini 134 ekor dengan wilayah jelajah 236 hektar. Kepala Resor Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto Julham Tangaho menyampaikan, berdasarkan observasi, populasi terjaga karena banyaknya perjumpaan anak babi rusa yang sehat.
Sementara itu, populasi anoa pada 2018 tercatat 64 ekor pada areal seluas 190 hektar. Jumlah itu menurun dari populasi tahun sebelumnya, 70 ekor.
”Perburuan memang masih menjadi ancaman,” ucap Julham. Untuk menekan perburuan, patroli rutin dilakukan pihak Resor Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto, anggota Brimob Polda Gorontalo, dan mitra-mitra yang menjaga keutuhan kawasan konservasi. (VDL)