Bank Sampah Terus Diperbanyak Jangkau 1.600 RW di Bandung
Pemerintah Kota Bandung di Jawa Barat sampai saat ini terus mendorong agar bank sampah diperbanyak hingga dapat menjangkau seluruh lingkungan RW, yang jumlahnya mencapai 1.600 RW.
BANDUNG, KOMPAS - Pemerintah Kota Bandung di Jawa Barat sampai saat ini terus mendorong agar bank sampah diperbanyak hingga dapat menjangkau seluruh lingkungan RW, yang jumlahnya mencapai 1.600 RW.
Sampai saat ini jumlah bank sampah di lingkungan RW baru berkisar 30 persen. Hal ini diupayakan guna mengurangi sampah, khususnya sampah anorganik seperti sampah plastik supaya dapat dikelola di sumbernya, sehingga tidak perlu dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung, volume sampah rata-rata per hari mencapai 1.500 ton. Dari jumlah itu, lebih kurang 20 persen adalah jenis sampah anorganik atau sekitar 300 ton pe hari.
”Sejak tahun lalu (2018), Pemkot Bandung sudah mengeluarkan surat edaran agar bank sampah terus diperbanyak, tak hanya di lingkungan dinas atau instansi pemerintah, lingkup kecamatan, kelurahan, maupun sekolah-sekolah, melainkan sampai tingkat RW.
Sampai saat ini bank sampah secara umum sudah menjangkau di semua kecamatan dan kelurahan, cuma di tingkat RW jumlahnya belum banyak,” kata Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung Dedy Dharmawan di Bandung, Sabtu (16/2/2019).
Dalam upaya mengurangi sampah, Pemkot Bandung juga mencanangkan gerakan bertajuk Kang Pisman, yakni gerakan masyarakat untuk mengurangi, memisahkan atau memilah, serta memanfaatkan (daur ulang) sampah. Gerakan ini merupakan bagian dari program 100 hari Wali Kota Bandung, Oded M Danial yang dilantik 20 September 2018.
Pemkot Bandung gencar mensosialisasikan gerakan ini ke masyarakat, dan ditetapkan 8 kelurahan sebagai percontohan kawasan bebas sampah dan Kampung Kang Pisman, yakni Kelurahan Sukamiskin (Kecamatan Arcamanik), Kelurahan Neglasari, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kelurahan Sukaluyu (Kecamatan Cibeunying Kaler), dan Kelurahan Cihaurgeulis (Kecamatan Cibeunying Kaler).
Empat daerah percontohan lainnya adalah Keluharan Kebon Pisang (Kecamatan Sumur Bandung), Kelurahan Babakan Sari (Kecamatan Kiaracondong), Kelurahan Gempol Sari (Kecamatan Bandung Kulon), serta Kelurahan Kujang Sari (Kecamatan Bandung Kidul).
Oded menuturkan, dengan gerakan Kang Pisman, sampah dapat dikelola dengan baik dan efektif dari sumbernya, baik di tingkat rumah tangga atau pun RT/ RW, dan hal ini dapat dicapai efisiensi biaya dalam pengelolaan sampah.
Alasannya biaya pengolahan sampah selama ini sangat besar, salah satunya untuk biaya angkut dari lingkungan RW ke tempat pembuangan sementara (TPS), maupun tempat pembuangan akhir (TPA) lebih kurang Rp 170 miliar per tahun.
“Walaupun tujuan yang ingin dicapai dari Kang Pisman ini tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan, melainkan perlu proses,” ujar Dedy.
Secara terpisah Direktur Utama PD Kebersihan Kota Bandung, Deny Nurdyana menuturkan, Program Kang Pisman lebih ditekankan sebagai edukasi untuk mengubah paradigma dan perilaku masyarakat agar dapat mengurangi, memilah, dan memanfaatkan sampah.
“Paradigma yang lama, tren pengelolaan modern sampah adalah kumpul, angkut, buang, sedangkan dengan Kang Pisman, masyarakat diarahkan pada budaya pengurangan sampah di sumbernya,” kata Deny.
Menurut Deny, dalam mensosialisasikan Kang Pisman ke masyarakat, pihaknya memberdayakan 1.600 pegawai dan relawan guna memberikan pendampingan. Pendampingan itu sampai tingkat RW, termasuk untuk pembentukan bank sampah.
“Sampai saat ini jumlah nasabah dari binaan bank sampah induk di lingkungan PD Kebersihan sebanyak 900 nasabah,” ujar Deny.
Peraturan wali kota
Sementara itu dalam upaya mereduksi sampah plastik, Pemerintah Kota Bandung kini juga sedang menyiapkan peraturan wali kota sebagai turunan dari Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik.
“Drafnya sudah dibuat, kini sedang dimatangkan, salah satunya menyangkut sanksi seperti apa. Draf perwal ini juga terus didiskusikan dan disosialisasikan, terutama ke Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia), juga lingkungan pasar-pasar tradisional,” katanya.
Dalam perwal ini yang diatur adalah penyedia kantong plastik, seperti pusat perbelanjaan, pertokoan yang berbentuk minimarket, pasar swaslayan, ritel, pusat grosir, serta pasar. Direncanakan perwal ini akan diterbitkan pada triwulan I tahun ini. Pada tahun ini pihak penyedia masih dapat menyediakan kantong plastik tidak dengan gratis atau menyediakan kantong ramah lingkungan. Perwal ini ditargetkan efektif diberlakukan secara penuh mulai kuartal I 2020.
“Diharapkan dengan regulasi ini (perwal), ditunjang dengan jumlah bank sampah semakin banyak reduksi sampah plastik semakin signifikan,” ujar Deny.
Secara terpisah pendamping Kawasan Bebas Sampah (KBS) Kelurahan Kujangsari, Kecamatan Bandung Kidul, Kota Bandung, Dewi Kusmianti mengatakan, sejak mendampingi kelurahan ini tahun lalu (2018), dari 10 RW di kelurahan tersebut kini sudah dapat dibentuk satu bank sampah, yakni Bank Sampah Kujang Ngahiji di lingkungan RW 006.
“Sosialisasi terus dilakukan, juga pelatihan kepada masyarakat supaya siap mendirikan dan mengelola bank sampah, termasuk mendaur ulang sampah supaya bernilai tambah. Sampai saat ini baru satu bank sampah yang terbentuk di kelurahan ini. Salah satu kendalanya, di RW lain belum siap tenaga yang mengelola, juga lahan,” kata Dewi.
Namun dari satu bank sampah yang didirikan ini, dan pelatihan yang diberikan kepada masyarakat sekitarnya, warga selain mendapatkan uang dari sampah anorganik yang dijual ke bank sampah, juga mereka dapat membuat kerajinan dari daur ulang sampah, di antaranya menjadi taplak, pot, tempat tisu, dan keranjang.
“Ibu-ibu anggota bank sampah di sini ada yang sudah terampil membuat keranjang dan tempat tisu dari bahan potongan kemasan gelas plastik yang dijual seharga Rp 60.000 dan Rp 30.000,” ujarnya.
Ketua Bank Sampah Kujang Ngahiji, Elis Saidah mengatakan, bank sampah ini mulai dapat menjual ke pengepul pada bulan September 2018, sebanyak 282 kilogram (kg).
“Penjualan sampah anorganik terus meningkat, pada Januari 2019 meningkat menjadi 618 kilogram. Para nasabah meminta, uang mereka dicairkan mendekati lebaran saja,” kata Elis.