Aplikasi Gringgo, Permudah Penanganan Sampah di Bali
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·4 menit baca
Penanganan sampah bukan semata urusan pemerintah. Masyarakat juga berperan mengelola sampah karena sampah menjadi tanggung jawab bersama. Upaya swakelola sampah oleh masyarakat kerap terkendala, misalnya, tidak tersedianya informasi yang jelas tentang tempat pengumpulan sampah atau fasilitas pengolahan sampah yang dekat dengan tempat tinggalnya.
Dengan membuka aplikasi Gringgo di telepon genggam, masyarakat di Kota Denpasar dan sekitarnya memperoleh informasi lokasi pembuangan sampah dan tempat fasilitas pengolahan sampah, atau bank sampah, di sekitar tempat tinggal.
Dalam radius sekitar 5-7 kilometer di sekitar Kerobokan Kaja, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, misalnya, aplikasi dengan sistem informasi bereferensi keruangan (geographic information system/GIS) ini memunculkan lebih dari 90 tempat pembuangan sampah dan lima lokasi bank sampah.
Gringgo juga menyediakan informasi mengenai jenis sampah yang menjadi bahan daur ulang, ragam bahannya, dan harga bahan daur ulang. Selain itu, Gringgo juga menyediakan permintaan layanan pengangkutan sampah, tetapi masih terbatas untuk area Kota Denpasar dan sekitarnya.
”Nama Gringgo itu dipilih karena mudah diucapkan dan gampang diingat, senada dengan Go Green,” kata Olivier Pouillon, Co-founder dan CEO Gringgo Trash Tech, ketika ditemui di Denpasar, Bali, Senin (18/2/2019).
Gringgo dibuat dan dikembangkan untuk membantu penggunanya, baik masyarakat, pengelola fasilitas pengolahan sampah, maupun pemerintah, dalam mengelola sampah. Menurut Olivier, sebagian besar sampah sebenarnya bahan baku yang dapat diolah kembali dan memiliki nilai ekonomi.
Sampah organik dapat diolah menjadi kompos. Sampah nonorganik dapat didaur ulang dan menjadi bahan baku produk daur ulang. ”Kami melihat sampah itu sebagai bahan baku, tergantung dari cara pengolahannya,” ujar Olivier.
Menjembatani
Olivier menerangkan, persoalan sampah bukan saja menyangkut sampah semata, tetapi juga berkaitan dengan manajemen dan infrastruktur. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung di Kota Denpasar menjadi bagian persoalan manajemen dan infrastruktur sampah di Bali karena TPA Suwung juga menampung sampah dari beberapa daerah di luar Kota Denpasar.
Di sisi lain, menurut Olivier yang sudah berurusan dengan manajemen sampah di Bali sejak 1990-an, Bali memiliki desa yang setiap desa mempunyai kemampuan memanajemen wilayahnya, termasuk mengelola sampah yang dihasilkan warga desa tersebut. Apabila kemampuan desa dalam mengelola sampah dimaksimalkan, menurut Olivier, hanya sebagian kecil sampah yang akhirnya harus diangkut dan dibuang ke TPA.
”Gringgo ini menjadi alat dalam sistem manajemen sampah agar sistem berjalan efisien dan efektif,” kata Olivier yang mengembangkan aplikasi Gringgo sejak 2014 bersama Febriadi Pratama.
Dengan menerapkan aplikasi berbasis sistem informasi bereferensi spasial (GIS), Gringgo memberikan informasi dan peta tentang lokasi pembuangan sampah, lokasi bank sampah, dan nama serta nomor telepon pengelola fasilitas pengolahan sampah yang terdekat dengan tempat tinggal.
Teknologi dimanfaatkan untuk membantu dan memudahkan masyarakat, pengelola layanan pengangkutan sampah dan fasilitas pengolahan sampah, serta pemerintah. Pemerintah Kota Denpasar memanfaatkan aplikasi Gringgo dalam upaya pengelolaan sampah secara swakelola di Kota Denpasar.
Pemerintah Kota Denpasar memanfaatkan aplikasi Gringgo dalam upaya pengelolaan sampah secara swakelola di Kota Denpasar.
Berdasarkan data Pemprov Bali tahun 2017, Bali memiliki bank sampah sebanyak 207 unit di sembilan kabupaten/kota.
Jumlah timbunan sampah perkotaan di Bali pada 2017 sebanyak 11.730 meter kubik per hari. Jumlah itu terdiri dari sampah organik 8.211 meter kubik per hari (70 persen) dan sampah non-organik sebanyak 3.519 meter kubik per hari (30 persen).
Pada sampah non-organik, terdapat sampah plastik sebanyak 246,33 meter kubik per hari. Selain itu adalah sampah kertas, kain, kayu, bahan bekas bangunan, dan karet sebanyak 3.272,7 meter kubik per hari.
Saat perayaan hari raya umat Hindu Bali, jumlah sampah perkotaan bisa bertambah. Tahun 2018, jumlah sampah di perkotaan Bali diperkirakan 13.000 meter kubik per hari, (Kompas.ID, 22/11/2018).
Olivier menambahkan, manajemen sampah yang baik juga dapat memaksimalkan pengelolaan sampah di tempat pembuangan sampah atau depo. Olivier mencontohkan pengelolaan sampah di Desa Sanur Kaja, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, yang menjadi lebih efisien dan optimal, baik dalam pengumpulan sampah di desa tersebut maupun dalam pengolahan sampahnya.
”Masyarakat juga diuntungkan karena uang yang mereka bayarkan untuk sampah menjadi efektif karena sampah di rumah mereka diangkut secara rutin, tidak lagi kadang-kadang,” kata Olivier.