KUNINGAN, KOMPAS— Pemerintah Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, mengembangkan tanaman kedelai di lahan bekas tambang pasir. Selain menjaga lingkungan, inovasi tersebut diharapkan juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor kedelai.
Penanaman kedelai dilakukan di lahan seluas 35 hektar di Blok Banjaran, Kamis (21/2/2019). Penanaman secara simbolis dilakukan Bupati Kuningan Acep Purnama, Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden Enda Ginting, serta Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar Uneef Primadi. Hadir pula Kuwu (Kepala Desa) Cibulan Iwan Gunawan dan puluhan petani setempat.
Penanaman kedelai itu yang kedua kali setelah Mei 2018. Saat itu, lahan bekas galian pasir seluas 75 hektar menghasilkan kedelai 1,2 ton per hektar. ”Tahun ini, target kami 200 hektar bekas galian pasir ditanami kedelai. Ada juga yang tumpang sari dengan jagung dan padi gogo,” ujar Iwan.
Menurut Iwan, petani menerima bantuan bibit, pupuk, mesin pompa, hingga traktor dari Kementerian Pertanian. ”Lahan sudah ada. Petani hanya menanam dan memetik hasil. Ini lebih baik dibandingkan dengan galian pasir yang merusak lingkungan. Di sini ada 500 hektar lebih bekas galian,” ujarnya.
Cibulan berjarak 25 kilometer dari pusat pemerintahan Kuningan dengan penduduk 3.315 orang. Pengembangan kedelai dilakukan dalam setahun terakhir ketika Pemdes Cibulan menutup kegiatan galian pasir. Namun, bekas tambang yang menganga sedalam lebih dari 30 meter belum direklamasi.
Iwan menyatakan, hasil panen kedelai akan diserap badan usaha milik desa yang bekerja sama dengan Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia. Bahkan, Pemdes Cibulan tengah membangun tempat pengolahan kedelai untuk dijadikan tempe dan tahu.
Kepala Seksi Palawija, Aneka Kacang, dan Ubi Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan Rohendi menuturkan, areal tanam kedelai di Kuningan baru 500 hektar dengan produktivitas 1,2 ton per hektar. ”Tahun ini kami menargetkan luas tanam 1.000 hektar. Penambahan salah satunya dari Cibulan,” ujarnya.
Menurut Uneef, produksi kedelai di Cibulan turut mengurangi impor kedelai. ”Kebutuhan kedelai di Jabar 375.000 ton per tahun. Yang terpenuhi baru 150.000 ton. Garut dan Sukabumi merupakan sentra kedelai di Jabar,” ujarnya.
Dalam skala nasional, kebutuhan impor kedelai 2,7 juta ton per tahun (Kompas, 5/12/2018).
Menurut Uneef, petani enggan menanam kedelai karena dianggap tidak menguntungkan. Apalagi, petani tidak tahu pasar kedelai. ”Biaya produksi kedelai Rp 7.000 per kilogram, hanya terjual Rp 6.000 per kilogram. Ini merugikan petani.
Kami tetap mendorong petani menanam kedelai dengan memberikan bantuan benih dan pupuk,” katanya. Acep Purnama mengatakan, Pemdes Cibulan mampu menggali potensi desa untuk memajukan warga. Dia mendorong 361 desa di Kuningan untuk melakukan hal serupa.
Enda Ginting berharap inovasi itu dapat ditiru desa-desa lain di Tanah Air. ”Pemdes Cibulan menjadikan kedelai sebagai solusi atas permasalahan ekonomi, pangan, kerusakan lingkungan, dan kekurangan lahan,” tuturnya. (IKI)