Divonis Dua Tahun Penjara, Penyuap Wali Kota Pasuruan Pikir-Pikir
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Muhammad Baqir, terdakwa penyuap Wali Kota Pasuruan Setiyono dinyatakan terbukti bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya. Dia dihukum dengan pidana dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan serta permohonannya sebagai kolaborator keadilan tidak dipertimbangkan.
Putusan itu dibacakan dalam sidang lanjutan yang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan, Senin (25/2/2018). Terdakwa akan menggunakan waktu selama tujuh hari ke depan untuk mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan.
Adapun alasan terdakwa memilih pikir-pikir, kata penasehat hukumnya Suryono Pane, karena ada beberapa fakta persidangan yang menjadi pertimbangan hukum majelis hakim, dinilai kurang tepat. Salah satunya terkait pemberian uang kepada Setiyono. Tidak pernah ada komunikasi langsung antara terdakwa dengan Setiyono.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim sependapat dengan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan terdakwa pada 2018 memberikan uang suap untuk fee proyek pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (KUKM) pada Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pasuruan dengan pagu anggaran Rp 2,297 miliar.
Pertama, terdakwa mentransfer Rp 20 juta untuk Pokja (Kelompok Kerja) yang mengurus terkait proses lelang. Selain itu terdakwa memberikan uang Rp 115 juta kepada Setiyono melalui perantara,” ujar I Wayan Sosiawan.
Terdakwa Baqir merupakan anak almarhum Mudlor pemilik CV Mahadir yang dijadikan pemenang tender pembangunan PLUT Kota Pasuruan dengan nilai penawaran Rp 2,1 miliar. Terdakwa dan ayahnya terlibat dalam pertemuan yang mengatur tentang upaya pemenangan lelang dan pembayaran komitmen fee.
Beberapa bulan setelah dilantik 2016, Setiyono membuat daftar proyek pembangunan di wilayahnya dan mengatur perusahaan pemenang tender beserta komitmen fee yang harus diberikan. Imbalan fee untuk pekerjaan jalan dan bangunan gedung ditetapkan sebesar 5 persen sedangkan untuk pekerjaan plengsengan dan saluran air ditetapkan 7,5 persen dari nilai proyek setelah dipotong pajak.
Selain itu Setiyono juga menetapkan tarif fee untuk pekerjaan konsultan sebesar 10 persen. Hal itu dilakukan karena Setiyono selaku Wali Kota periode 2016-2021 memerlukan banyak uang untuk beragam kegiatannya termasuk memberikan sumbangan kepada masyarakat.
Dalam pertimbangannya majelis hakim menyatakan tidak menemukan hal yang dapat menghapus perbuatan terdakwa. Majelis tidak sependapat dengan pembelaan kuasa hukum terdakwa yang menyatakan terdakwa membayar fee karena tidak memiliki alasan menghindar. Terdakwa tidak memiliki inisiatif menyuap melainkan karena permintaan pihak Pemkot Pasuruan.
Majelis hakim berpandangan terdakwa memiliki pilihan untuk tidak perlu ambil bagian dalam lelang penentuan perusahaan penggarap proyek PLUT. Terdakwa juga memiliki pilihan untuk melaporkan permintaan fee tersebut kepada penegak hukum.
“Hal yang memberatkan dalam perkara ini, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Adapun hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, dan memberikan keterangan dengan baik,” kata I Wayan Sosiawan.
Sementara itu jaksa KPK Ferdian Adi Nugroho mengatakan pihaknya juga menyatakan pikir-pikir meskipun putusan majelis hakim sama persis dengan tuntutan yang diajukan. Dalam pertimbangannya majelis hakim juga sependapat dengan dakwaan jaksa yang menyatakan terdakwa melanggar Pasal 5 undang undang pemberantasan korupsi.