PALU, KOMPAS — Pembangunan hunian tetap untuk penyintas gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi di Sulawesi Tengah, terutama di Kota Palu, segera dibangun. Pemerintah pastikan hunian tetap tersebut berstandar tahan gempa.
Hunian tetap yang segera dibangun itu disediakan oleh Yayasan Budha Tzu Chi. Ditargetkan total 1.000 rumah dibangun di Kota Palu, Sulteng. ”Berdasarkan kesepakatan awal dengan yayasan pada 4 Maret 2019 akan dilakukan peletakan batu pertama pembangunan hunian tetap,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal (TNI) Doni Monardo seusai meninjau rumah contoh hunian tetap yang dibangun Yayasan Budha Tzu Chi di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Palu, Sulteng, Senin (25/2/2019).
Rumah contoh tersebut berukuran 36 meter persegi (tipe 36), dibangun di lahan seluas 150 meter persegi. Rumah terdiri dari dua kamar, satu kamar tamu, dan atap dua air. Masih cukup luas tanah kosong, baik di depan, samping kiri dan kanan, maupun belakang. Lantai berkeramik.
Lokasi pembangunan hunian tetap di bagian timur Universitas Tadulako, Palu. Lahan tersebut selama ini belum pernah digunakan untuk pembangunan apa pun. Sekitar 3 hektar lahan telah dibersihkan dan diratakan dengan alat berat.
Doni menyampaikan kepastian jumlah hunian tetap masih terus diverifikasi. Saat ini tim yang dibentuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah memverifikasi data rumah rusak, rumah hilang di titik tsunami dan likuefaksi, serta di sekitar jalur utama Sesar Palu-Koro, pemicu gempa bumi pada 28 September 2018.
”Begitu datanya pasti, diusahakan pembangunan hunian tetap yang disediakan pemerintah segera dilaksanakan,” katanya.
Hunian tetap disediakan untuk penyintas gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi yang melanda Sulteng lima bulan lalu. Penyintas yang berhak menempati hunian tetap mereka yang rumahnya hilang karena likuefaksi, tsunami, dan dekat jalur sesar. Titik-titik tersebut telah ditetapkan sebagai zona terlarang atau zona merah yang artinya pembangunan rumah atau aktivitas ekonomi lainnya di situ tak diizinkan.
Sementara penyintas dengan rumah rusak ringan, sedang, dan berat dan tak berada di zona merah mendapatkan dana stimulan untuk perbaikan rumah. Besaran dananya Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, Rp 25 juta (rusak sedang), dan Rp 10 juta (ringan). Dana itu sedang diproses untuk dicairkan.
Berdasarkan keputusan Gubernur Sulteng Longki Djanggola pada 8 Januari 2019, sebanyak 4.050 rumah hilang karena tsunami dan likuefaksi. Hampir 100.000 rumah rusak berat, sedang, dan rusak ringan.
Penanggung Jawab Proyek Yayasan Budha Tzu Chi Lie Sarpin menyatakan, untuk sementara pihaknya telah menerima lahan 40 hektar dari pemerintah untuk pembangunan hunian tetap. Dalam pelaksanaan pembangunan, Lie memastikan mengutamakan tenaga kerja lokal.
Rudy dari Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Sulteng Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memastikan hunian tetap yang dibangun, baik oleh pemerintah maupun lembaga sosial, bercorak tahan gempa.
Terkait rumah contoh yang telah dibangun, kementerian akan meminta data material dan model konstruksi. Hal itu untuk memastikan rumah contoh itu memenuhi standar bangunan tahan gempa. Jika standar tidak terpenuhi, rekomendasi teknis akan diberikan kepada yayasan agar membangun rumah tahan gempa.