MAGELANG, KOMPAS- Pemerintah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tahun ini mulai melaksanakan program bank pohon. Program ini dimaksudkan untuk menggenjot bantuan bibit pohon dari masyarakat, yang nantinya akan disalurkan untuk kegiatan penghijauan di desa-desa.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang Tri Agung Sucahyono, mengatakan, saat ini, Pemerintah Kabupaten Magelang juga tengah membuat peraturan bupati (perbup), untuk mendorong masyarakat agar mau menyumbang bibit pohon.
Dalam perbup, menurut dia, upaya mendorong semangat masyarakat tersebut diwujudkan dengan menetapkan kewajiban menyumbang bibit untuk memenuhi kondisi, atau syarat tertentu.
“Menyumbang bibit pohon nantinya akan menjadi hal yang wajib sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk sesuatu hal, seperti syarat bagi warga yang akan menikah, atau misalnya syarat bagi warga yang akan memasuki usia pensiun,” ujarnya, Senin (25/2/2019).
Saat ini, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang sudah memiliki stok sebanyak 3.500 bibit pohon, yang didapatkan dari bantuan dari berbagai kantor dan instansi. Namun, menurut Tri, pihaknya berupaya untuk terus menambah stok bibit tersebut.
Upaya untuk menghimpun stok bibit ini, menurut Tri, perlu dilakukan karena hampir setiap bulan, Dinas Lingkungan Hidup, mendapat permintaan bibit pohon dari masyarakat. Permintaan bibit pohon tersebut biasanya seringkali sulit dipenuhi karena Dinas Lingkungan Hidup harus menyesuaikan dengan ketersediaan anggaran. Namun, dengan program bank pohon ini, diharapkan hal serupa tidak akan terjadi lagi.
Selain untuk memenuhi permintaan masyarakat, menurut Tri, program bank pohon ini dinilai penting dilakukan demi mendukung penghijauan lahan serta demi menjaga kelestarian sumber-sumber air yang ada di seluruh Kabupaten Magelang.
“Perlu terus didorong gerakan penghijauan agar sumber-sumber air tetap lestari dan tidak mengalami penurunan debit air,” ujarnya.
Di Kabupaten Magelang, saat ini terdapat 239 sumber air. Jumlah tersebut telah menyusut karena 10 sumber air telah mati dan tidak lagi mengalirkan air. Sumber-sumber air yang mati tersebut tersebar di Kecamatan Borobudur, Muntilan, Salaman, Kajoran, dan Sawangan.
Penyusutan jumlah sumber air tersebut antara lain juga pernah terjadi di kawasan lereng Gunung Merapi. Yatin, kepala Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, mengatakan, pada tahun 2009, jumlah sumber air di Desa Ngargomulyo terdata mencapai 101 sumber air. Pada tahun 2011, karena terkena dampak erupsi Gunung Merapi, banyak yang tertutup abu, akhirnya sumber air yang masih mengalirkan air tinggal tersisa 59 sumber air saja.
Menyikapi hal tersebut, Yatin mengatakan, maka pihaknya gencar melakukan penghijauan dengan menanam 50.000 pohon, yang terdiri dari berbagai jenis pohon buah-buahan, dan tanaman keras seperti sengon dan mahoni. Kegiatan penghijauan yang dilakukan Pemerintah Desa Ngargomulyo ini, akhirnya memancing minat warga untuk melakukan gerakan serupa di lahannya masing-masing.
Tahun 2014, gerakan penghijauan ini pun akhirnya membuahkan hasil.
“Setelah sebelumnya kami hanya memiliki 59 sumber mata air, tahun 2014, kami justru bisa memiliki 132 sumber mata air,” ujarnya.
Selain dengan melakukan gerakan penghijauan, upaya untuk menjaga kelestarian sumber air tersebut dilakukan warga Desa Bgargomulyo dengan menolak keras aktivitas penambangan pasir dan batu di desanya.