SOREANG, KOMPAS Pengungsi banjir di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, hingga Senin (25/2/2019) mencapai 582 jiwa yang tersebar di Kecamatan Baleendah, Bojongsoang, dan Dayeuhkolot. Kondisi pengungsian membuat penyintas lanjut usia dan anak balita rentan terkena penyakit.
Pengungsian terbesar banjir di tiga kecamatan itu ada di Gedung Inkanas, Baleendah. Jumlah pengungsi 219 jiwa dengan jumlah lansia 46 orang, serta bayi dan anak balita 23 orang.
Neti (39), koordinator pengungsi, berujar, mayoritas lansia dan orangtua anak balita mulai mengeluhkan kondisi kesehatan. Belasan anak balita batuk dan pilek, sedangkan lansia mengeluh nyeri dan meriang.
”Yang lapor sekitar 20 lansia. Biasanya mulai terasa nyeri di sendi dan pegal-pegal. Kalau anak-anak sudah terdengar ada yang batuk-batuk,” ujar Neti di Gedung Inkanas.
Cersia (66), pengungsi asal Kampung Cigosol, Kelurahan Andir, sudah mengungsi ke gedung aula Inkanas sejak dua minggu lalu. Beberapa hari terakhir ia mulai merasakan nyeri di pinggang dan lutut.
”Mungkin karena saya tidur di lantai beralas terpal dan selimut. Cucu saya yang berumur 5 tahun dan 2 tahun mulai panas dalam. Kami ingin kembali ke rumah, tetapi banjir datang lagi,” ujarnya.
Tempat pengungsian yang berdekatan Posko Banjir Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung itu dipadati pengungsi. Ruangan aula itu berukuran sekitar 30 meter x 25 meter.
Pengungsi tidur di terpal dan karpet yang dibawa dari rumah. Beberapa warga telah mendapat kasur darurat yang disediakan pemerintah. Menurut Neti, kasur yang dibagikan baru 40 unit, yang diutamakan untuk anak balita.
Midalia (28) berujar, sejak di pengungsian Minggu lalu, anaknya, Juanita (2,5), mulai mengeluhkan sakit kepala dan batuk pada malam hari. ”Kasihan kalau sudah sakit kepala, jadi susah tidur, menangis. Kalau siang dia tidak pusing, tetapi batuk sesekali,” ujarnya.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bandung Sudrajat menyatakan, banjir di Kabupaten Bandung masih berstatus Siaga. Saat ini jumlah pengungsi tersebar di tiga kecamatan. Jumlah pengungsi di Baleendah 260 jiwa, di Dayeuhkolot 249 jiwa, dan Bojongsoang 43 jiwa.
Gerakan tanah
Di Lebak, Banten, gerakan tanah juga menambah jumlah pengungsi dan rumah rusak di Desa Sudamanik, Kecamatan Cimarga. Hujan deras hampir setiap hari jadi pemicunya.
Menurut Ketua RT 001 RW 009 Desa Sudamanik, Ubay (51), Senin, jumlah warga yang mengungsi hampir 20 orang karena rumah mereka rusak berat, bahkan roboh. Gerakan tanah di desa itu terjadi di dua RT, yaitu 001 dan 002, di RW 009, Kampung Jampangcikuning, sejak akhir Januari 2019.
Jumlah warga yang mengungsi bertambah dibandingkan dua pekan lalu. Warga yang mengungsi kini menumpang di rumah anak, kakak, atau orangtua. ”Paling jauh, jarak rumah yang jadi tujuan mengungsi sekitar 1 kilometer,” ujar Ubay.
Berdasarkan data BPBD Kabupaten Lebak, rumah rusak karena gerakan tanah saat ini berjumlah 115 unit. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan saat BPBD Kabupaten Lebak melakukan pendataan pada 25 Januari lalu, yakni 95 rumah.
Saepudin (42), warga Desa Sudamanik, mengatakan, tembok rumahnya retak karena gerakan tanah sehingga menimbulkan celah selebar 2 cm.
”Celah itu ditutup kantong plastik. Kalau tidak, ular masuk. Ular welang pernah melewati celah itu dua pekan lalu,” ujarnya.
Hujan lebat biasanya terjadi dua jam hingga pukul 18.00. Hujan lalu turun lagi selama tiga jam hingga pukul 06.00. ”Saat hujan, rumah berderak- derak. Sambungan kayu menjadi renggang dari sikunya. Atap rumah saya sudah disangga bambu. Kalau tidak, rumah bisa roboh,” kata Saepudin.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lebak Kaprawi mengatakan, bantuan terus disalurkan untuk warga Desa Sudamanik. (BAY/RTG)