SLEMAN, KOMPAS Jumlah investor pasar modal di Indonesia belum mencapai 1 persen dari total penduduk. Untuk meningkatkan jumlah investor, dibutuhkan sosialisasi mengenai pasar modal sejak dini. Melalui cara tersebut, investor saham di Daerah Istimewa Yogyakarta tumbuh dengan cepat.
”Jumlah investor kita masih sedikit, di bawah 1 persen dari jumlah penduduk,” kata Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Friderica Widyasari Dewi dalam diskusi bertema ”Upaya Peningkatan Jumlah Investor Daerah”, Senin (25/2/2019), di Kabupaten Sleman, DIY.
Diskusi yang digelar atas kerja sama harian Kompas dan PT KSEI itu juga menghadirkan dua pembicara lain, yakni Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia Yogyakarta Irfan Noor Riza dan dosen pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Amiluhur Soeroso. Diskusi dimoderatori pengamat bursa saham Yudah Prakoso dan Kepala Perwakilan Kompas DIY Bambang Sigap Sumantri.
Berdasarkan data PT KSEI, jumlah investor di pasar modal Tanah Air tahun 2018 sebanyak 1.619.372 orang atau naik 44,24 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, 1.122.668 orang.
Sementara itu, pada 31 Januari 2019, jumlah investor pasar modal Indonesia naik lagi menjadi 1.676.606 orang. Meski begitu, jumlah investor itu masih kurang dari 1 persen dari jumlah penduduk Indonesia sekitar 260 juta.
Friderica menilai rendahnya jumlah investor di pasar modal Tanah Air itu, antara lain, disebabkan suku bunga di Indonesia yang cukup tinggi. Warga lebih memilih menyimpan uang di bank daripada melakukan investasi di pasar modal.
Selain itu, ada persepsi di sebagian masyarakat bahwa investasi di pasar modal bertentangan dengan ajaran agama tertentu. Faktor lain, rendahnya pemahaman masyarakat mengenai pasar modal. ”Literasi keuangan kita sangat rendah. Jadi, memang banyak masyarakat yang tidak tahu produk-produk keuangan, apalagi pasar modal,” katanya.
Investor tumbuh
Selama beberapa tahun terakhir, menurut Irfan, jumlah investor saham di DIY tumbuh cukup baik. Pada tahun 2009, jumlah investor saham di DIY baru sekitar 900 orang. Namun, pada Januari 2019, jumlah investor saham di DIY mencapai 39.814 orang.
Upaya untuk meningkatkan jumlah investor di DIY terus dilakukan, antara lain dengan sosialisasi ke desa dan sekolah. Irfan mengatakan, sosialisasi dan edukasi mengenai pasar modal perlu dilakukan sejak dini, termasuk melalui pengajaran di sekolah.
”Di Jepang, sejak TK (taman kanak-kanak) sudah dikenalkan apa itu investasi. Di Indonesia, baru di kurikulum kelas II SMA ada pelajaran tentang investasi pasar modal,” katanya.
Sementara itu, Amiluhur mengatakan, untuk menarik minat masyarakat DIY agar mau berinvestasi di pasar modal, perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi dengan memperhatikan budaya setempat.
Salah satu kultur yang harus diperhatikan adalah sikap kehati-hatian masyarakat Jawa, termasuk DIY. ”Orang Jawa, terutama orang Yogyakarta, itu prudent (hati-hati). Perlu literasi kultural,” ujarnya. (HRS)