SIDOARJO, KOMPAS - Intensitas hujan yang meningkat di awal Maret memicu terjadinya bencana hidrometeologi terutama banjir dan longsor di sejumlah daerah di Jawa Timur secara bersamaan. Pemerintah Provinsi Jatim telah mengidentifikasi dampaknya, memberikan dukungan kegiatan tanggap darurat, hingga pemulihan pasca bencana.
Data Pusat Pengendali Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jatim menunjukkan terjadi bencana banjir, tanah longsor, dan angin kencang di beberapa wilayah seperti Ponorogo, Bojonegoro, Nganjuk, Trenggalek, Madiun, dan Kota Batu. Selain itu terjadi bencana akibat gelombang pasang di Pacitan.
Bencana banjir terjadi di Desa Sendangrejo, Kabupaten Madiun, Selasa (5/3/2019) pagi. Tidak ada korban jiwa, namun puluhan rumah dilaporkan terendam dengan ketinggian 40-60 sentimeter (cm). Selain itu banjir sempat melumpuhkan akses jalan menuju ke Kota Madiun sehingga menyebabkan kemacetan.
Di Ponorogo, banjir terjadi di Desa Maguan dan Desa Bangunrejo, Senin (4/3/2019) malam. Banjir disebabkan oleh hujan deras sehingga menambah volume air sungai di wilayah tersebut. Air pun meluap mengakibatkan jebolnya tanggul sungai dan tanggul irigasi. Air kemudian meluber ke permukiman warga sehingga menyebabkan satu rumah rusak.
Pada saat bersamaan, terjadi banjir di Kabupaten Nganjuk yang disebabkan oleh meluapnya Sungai Bodor. Akibatnya, puluhan rumah warga tergenang dengan ketinggian air 20-60 sentimeter (cm), lima rumah mengalami rusak sedang, dan satu rumah rusak berat.
Kepala Pelaksana BPBD Jatim Subhan Wahyudiono mengatakan, bencana banjir juga dilaporkan terjadi di Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro. Bencana yang disebabkan meluapnya Sungai Pacal itu mengakibatkan sedikitnya 157 rumah warga terendam banjir dengan ketinggian air rerata 40 cm.
“Selain menyebabkan banjir, peningkatan intensitas hujan juga menyebabkan terjadinya bencana longsor di Kabupaten Trenggalek,” ujar Subhan di kantornya.
Longsor terjadi pada tebing setinggi 9 meter dengan lebar 6 meter sejak Minggu malam. Longsoran material berupa tanah dan bebatuan menutup badan jalan nasional yang menghubungkan Kabupaten Trenggalek dengan Kabupaten Ponorogo di Desa Nglinggis, Kecamatan Tugu. Jalan pun sempat ditutup total selama 18 jam.
Menyikapi terjadinya bencana banjir dan longsor di sejumlah wilayah, BPBD Jatim telah berkoodinasi dengan BPBD Kabupaten dan Kota untuk memantau kondisi dari waktu ke waktu. Selain itu pihaknya mengirimkan bantuan logistik maupun relawan sesuai kebutuhan. Contohnya pengiriman Tim Reaksi Cepat (TRC) ke lokasi banjir Bojonegoro.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan pemerintah dalam hal ini BPBD harus hadir dan berada paling depan saat terjadi bencana. Kehadiran pemerintah juga harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai baik untuk keperluan evakuasi, tanggap darurat, maupun penanganan pascabencana.
“BPBD harus mampu merumuskan langkah solutif dan strategis jangka pendek maupun jangka panjang untuk menangani bencana,” katanya.
Kebijakan solutif dan stragetis itu diperlukan mengingat berdasarkan kajian resiko bencana, di Jatim memiliki 11 ancaman bencana alam mulai banjir, longsor, tsunami, angin puting beliung, gempa bumi, kekeringan, kebakaran hutan, hingga gelombang tinggi. Ancaman tertinggi banjir, kedua kebakaran hutan, kekeringan, dan angin puting beliung.
Dari 34 kabupaten dan kota di Jatim, terdapat 29 kab/ kota dengan resiko bencana tinggi. Dari total 8.501 desa dan kelurahan yang tersebar di 664 kecamatan di Jatim, terdapat 2.999 desa dan kelurahan atau sekitar 30 persen memiliki potensi bencana yang tinggi.
Padahal, setiap bencana berisiko menyebabkan kemiskinan bagi masyarakat terdampak. Peluangnya mencapai 80 persen, karena bangunan rumah yang rusak, sawah yang terendam sehingga kehilangan mata pencaharian dan hal lainnya.
Oleh karena itulah Khofifah memberi perhatian serius pada bencana. Dia memerintahkan BPBD Jatim memetakan secara detil mengenai lokasi, penyebab, hingga frekuensi kejadian. Setelah itu ditindaklanjuti dengan perumusan solusi yang tepat karena setiap daerah kondisinya berbeda. Setiap jenis bencana juga memerlukan penanganan yang berbeda sehingga diperlukan keahlian khusus.