Jagung Blitar Diprioritaskan untuk Peternak Ayam Lokal
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Sebagian besar dari tanaman jagung siap panen di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang mencapai 22.000 hektar, diarahkan memenuhi kebutuhan peternak ayam setempat. Di Blitar, terdapat lebih dari 4.000 peternak dengan kebutuhan jagung mencapai 1.500 ton per hari.
Dari 22.000 hektar tanaman jagung, sebagian sudah dipanen. Salah satu lahan yang tengah panen raya terdapat di Desa Tulungrejo, Kecamatan Wates. Luas total panen raya di Tulungrejo mencapai 470 hektar. Panen raya dihadiri langsung Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmira, Selasa (5/3/2019).
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Blitar Wawan Widianto mengatakan, produksi jagung di Blitar berkisar 6 ton-6,5 ton per hektar dengan kadar air 16-17 persen. Artinya, untuk wilayah Tulungrejo saja, produksi jagung berkisar 2.820 ton-3.055 ton.
Secara keseluruhan, di Blitar, terdapat potensi panen jagung sebesar 132.000 ton hingga 143.000 ton dari luasan lahan 22.000 hektar. ”Namun, tidak semua jagung itu diperuntukkan bagi peternak. Ada juga yang dipakai untuk pangan dan benih karena produsen benih juga punya lahan di Blitar,” ujarnya.
Menurut Wawan, jagung hasil panen petani setempat mampu memenuhi kebutuhan peternak, tetapi hanya untuk jangka waktu beberapa pekan ke depan. Sisa kebutuhan tetap bakal dipenuhi jagung luar daerah, seperti Lamongan, Tuban, dan Kediri yang saat ini juga tengah menjelang panen raya.
Mulai tersedianya jagung disambut positif para peternak ayam layer. Apalagi, dalam panen raya kali ini juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara paguyuban perunggasan Blitar dan kelompok tani jagung. Selain ketersediaan pakan, harga jagung pipil kering juga cukup rendah, sekitar Rp 3.500 per kilogram (kg).
Sekitar sebulan silam, saat jagung masih langka, peternak harus mengeluarkan dana lebih besar untuk membeli jagung lokal hingga Rp 6.400 per kg. Sementara jagung impor dijual melalui Bulog seharga Rp 4.000 per kg yang harus diambil dari Surabaya. Namun, jumlah jagung impor ini sangat terbatas.
Wakil Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional Blitar Sukarman mengatakan, peternak setempat butuh jagung dalam jumlah besar. ”Sekarang, kan, panen raya di Blitar selatan. Masak jagung sendiri harus dijual ke orang lain di luar, kan, sebaiknya untuk peternak setempat. Kami berani membeli dengan harga Rp 3.650 per kg. Lebih tinggi dari harga di tingkat pedagang Rp 3.600 per kg. Dengan catatan, kami harus mengambil sendiri ke petani,” tuturnya.
Dengan adanya suplai dari petani lokal, menurut Sukarman, pihaknya untuk sementara waktu tidak lagi menggantungkan kebutuhan pada jagung impor yang harganya lebih tinggi. Menurut rencana, pada 18 Maret ini akan datang lagi jagung impor sebesar 65.000 ton dan 30.000 ton di Banten. Ada kemungkinan jagung impor ini akan diarahkan untuk perusahaan pakan ternak.
Terlalu rendah
Berbeda dengan peternak yang merasa senang dengan penurunan harga jagung, petani agak keberatan dengan harga jagung yang terlalu rendah. Siswati (51), salah satu petani di Desa Tulungrejo, mengatakan, harga jagung yang hanya 3.500 per kg tidak sebanding dengan ongkos produksi yang harus dikeluarkan.
”Jika dihitung dari pupuk, bibit, dan tenaga kerja, masih rugi. Untung jika harga jagung mencapai 5.000 per kg,” kata Siswati yang selama ini menggunakan tenaga sendiri untuk mengolah lahan dan merawat tanaman.
Namun, menurut Siswati, harga jagung musim panen ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya Rp 3.000 per kg di tingkat petani.