Banjir yang melanda Kabupaten Jember sejak Minggu (17/3/2019) mulai surut. Banjir kini menyisakan genangan setinggi 50 sentimeter atau setinggi orang dewasa.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·2 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Banjir yang melanda Kabupaten Jember, Jawa Timur, sejak Minggu (17/3/2019) mulai surut. Banjir kini menyisakan genangan setinggi 50 sentimeter. Banjir terjadi di empat RW di Desa Wonoasri, Kecamatan Tempurejo. Keempat RW itu antara lain RW 001, RW 003, dan RW 004 dengan total korban terdampak 292 rumah tangga.
Hal itu disampaikan Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember Asrah Joyo Widono ketika dihubungi dari Banyuwangi, Senin (18/3/2019). ”Banjir yang semula tingginya 1,5 meter kini mulai surut,” ujarnya.
Asrah mengatakan, banjir yang tersisa masih menggenangi jalan-jalan desa. Berbeda dengan sehari sebelumnya, banjir leluasa masuk ke rumah-rumah warga. Desa Wonoasri, lanjutnya, merupakan daerah rawan banjir. Hampir setiap tahun lokasi tersebut selalu dilanda banjir.
Banjir di Wonoasri, ujar Asrah, terjadi pada Minggu pagi. Banjir itu dipicu luapan Sungai Gladak Putih. Sungai yang melintas di Desa Wonoasri itu meluap akibat hujan deras selama 5 jam yang mengguyur daerah tersebut.
”Saat banjir tinggi, tidak ada warga yang mengungsi. Mereka memilih bertahan di rumahnya. Kini, saat banjir sudah mulai surut, warga kembali beraktivitas seperti biasa,” tutur Asrah.
Kendati sudah mulai surut, tidak seluruh aktivitas kembali normal. Proses belajar mengajar di SDN Wonoasri 01 juga masih diliburkan karena sekolah tergenang banjir.
”Saat ini, aliran sungai sudah mulai normal. Penurunan air juga sudah cukup signifikan. Namun, kami masih menyiagakan lima perahu karet untuk bersiaga bila terjadi hujan deras lagi. Pasalnya, daerah ini merupakan daerah rawan banjir,” ucapnya.
Selain bersiaga menghadapi banjir susulan, BPBD Jember juga menyediakan pasokan air bersih kepada warga. Hal ini dilakukan karena banyak sumber air tercemar akibat banjir.
Kepala Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Juanda Muhammad Nurhuda mengatakan, pada bulan Maret sebagian Jatim masih memasuki musim hujan dengan intensitas lebat. Hal ini dipicu munculnya siklon Savanah di perairan Samudra Hindia dan pusat tekanan rendah di selatan Nusa Tenggara Barat yang membuat pola angin konvergensi (pertemuan massa udara) di Jatim.
”Pola itu memicu pertemuan massa udara yang meningkatkan potensi pembentukan awan kumulonimbus. Kondisi ini menyebabkan hujan dengan intensitas lebat serta angin kencang. Prediksinya, terjadi hingga 3-5 hari ke depan,” tuturnya.