SEMARANG, KOMPAS — Pembangunan berwawasan lingkungan penting dalam mewujudkan kota yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkelanjutan. Namun, komitmen pembangunan berkelanjutan acap kali menghadapi tantangan masa jabatan kepala daerah yang pendek.
Ahli perencanaan kota dari Universitas Florida, Amerika Serikat, Christopher Silver, mengatakan, masa jabatan yang hanya lima tahun membuat visi yang diusung kepala daerah cenderung untuk kepentingan jangka pendek.
”Mereka lebih banyak berpikir tentang bagaimana berkontribusi selama lima tahun jabatannya,” kata Silver, Senin (18/3/2019), pada kuliah umum di Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Kondisi serupa, menurut dia, umum terjadi, termasuk juga di AS. Namun, hal itu bisa diatasi dengan fokus dan komitmen pada pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, perlu ada struktur organisasi yang kuat untuk membenahi isu-isu utama tentang lingkungan.
”Meskipun tidak mudah, kota-kota yang lebih besar fokus kembali pada masalah air. Ada otoritas yang bertanggung jawab membersihkan air dari pencemaran. Pada akhirnya, kami bisa menangani ini dengan baik,” katanya, mencontohkan sukses di Florida.
Di Indonesia, pembangunan yang begitu pesat dan sarat berbagai kepentingan telah mendegradasi lingkungan. Dengan demikian, perlu ada upaya nyata dan komitmen untuk membangun kota dengan tetap memperhatikan lingkungan.
Sementara ahli perencanaan dari Universitas Florida, Sheila J Bosch, menuturkan, evidence-based design atau perancangan spesifik, termasuk melalui penelitian, penting diterapkan dalam pembangunan kota.
Kuliah umum digelar USAID melalui program Sustainable Higher Education Research Alliances (SHERA). Selain Undip, kolaborasi ”Kota Cerdas” juga dilakukan dengan Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Udayana, Universitas Sriwijaya, dan Universitas Teknologi Sumbawa.
Dosen dan peneliti Departemen PWK Undip, Wido Prananing Tyas, menuturkan, sejumlah kota di Indonesia, termasuk Semarang, perlu menerapkan desain yang ramah lingkungan dan penghematan energi. Meski bangunan yang ramah lingkungan belum banyak, setidaknya manajemen pengelolaan lingkungan diperkuat.
Terkait transportasi, ia mengapresiasi implementasi bus rapid transit (BRT) di Semarang yang melayani warga dan dapat menekan jumlah penggunaan kendaraan pribadi. Namun, kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan mesti ditingkatkan. Selain itu, informasi mobilitas bus yang akan dinaiki penumpang juga perlu disediakan. (DIT)