Pemprov NTB Perlu Perketat Pemberian Izin Perjalanan Wisata
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat memperketat pemberian izin jasa perjalanan wisata, baik melalui peraturan gubernur maupun peraturan daerah. Dengan regulasi itu, ada dasar hukum untuk memberikan sanksi hukum kepada perorangan yang menjual paket wisata tidak memenuhi standar pelayanan dan tidak terdaftar dalam asosiasi sektor pariwisata seperti Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita).
”Pergub atau perda adalah salah satu yang menjadi kepedulian saya. Contoh terkini korban yang tertimbun tanah longsor di air terjun Tiu Kelep, Lombok Utara. Saya cek kemarin, mereka (wisatawan) ini langsung berhubungan dengan pramuwisatanya yang berlindung di balik koperasi taksi. Koperasi taksi kok bisa jualan tur,” ujar Ketua DPD Asita NTB Dewantoro Umbu Joka, Selasa (19/3/2019), di Mataram.
Menurut Dewantoro, pergub ataupun perda sudah disampaikan berulang kali kepada pihak terkait. Pasalnya, jatuhnya korban wisatawan yang tengah berwisata sering terjadi di Lombok. Misalnya, saat gempa 29 Juli 2018, lalu beberapa wisatawan asal Cirebon meninggal setelah bus yang mereka tumpangi jatuh ke jurang di kawasan obyek wisata Senggigi, Lombok Barat, karena remnya blong. Sopir bus tersebut juga baru pertama kali melewati jalan di kawasan obyek wisata itu.
Persoalannya setelah kejadian seperti gempa disusul tanah longsor di air terjun Tiu Kelep yang menimbulkan wisatawan asal Malaysia meninggal dan luka berat, kata Dewantoro, tidak diketahui siapa pramuwisata dan operator tur. Akibatnya, anggota Asita dan pemangku kepentingan pariwisata kena getah.
”Saya bersyukur Pemprov NTB bersama pelaku pariwisata sangat peduli terhadap pariwisata kemudian meng-cover mengurus pencarian, evakuasi, pelayanan, pengobatan, hingga kepulangan korban luka-luka dan korban meninggal ke negara asalnya,” tutur Dewantoro.
Saya bersyukur Pemprov NTB bersama pelaku pariwisata sangat peduli terhadap pariwisata kemudian meng-cover mengurus pencarian, evakuasi, pelayanan, pengobatan, hingga kepulangan korban luka-luka dan korban meninggal ke negara asalnya.
Peristiwa di Tiu Kelep membuat heboh para peserta Malaysian Association of Tour and Travel Agent (MATTA) Fair, 15-17 Maret 2019, di Kuala Lumpur Malaysia, apalagi diberitakan ada 40 wisatawan Malaysia yang tertimbun longsor. Saat itu, agen travel paket tur ke Lombok laris manis, bahkan agen travel terkejut karena telah menjual paket ke konsumen.
”Saya langsung menghubungi deputi presiden MATTA Fair dan mitra Asita di Malaysia, mengklarifikasi,” ujar Dewantoro. Oleh sebab itu, regulasi dan pemberian izin penyelenggaraan biro perjalanan wisata sekecil apa pun harus memiliki izin usaha dan berbadan hukum. Konsumen diminta jeli memilih paket dan biro perjalanan wisata yang memiliki reputasi dan terdaftar dalam asosiasi.
Ketua Himpunan Pramuwisata NTB Ainuddin mengatakan, banyak perusahaan biro perjalanan yang tak memiliki izin usaha sehingga untuk menyewa kendaraan harus menggunakan nama pribadi. Sementara instansi terkait juga lemah dalam pengawasan, bahkan mudah mengeluarkan izin usaha. ”Yang terjadi saat ini, punya satu mobil lalu disewakan dan mengatasnamakan agen perjalanan wisata dan mengaku pemandu wisata,” katanya.
Ainuddin mengatakan, pariwisata sebenarnya jasa pelayanan sehingga kesalahan ada pada penjual jasa. ”Tidak bisa menyalahkan orang yang membeli jasa, selalu penyedia jasa yang salah karena pembeli tidak tahu apakah agen travelitu resmi atau tidak. Kalau jasa yang dijual tidak sesuai kenyataan, berarti ada kebohongan,” ujar Ainuddin. Pihak yang mendampingi wisatawan Malaysia bukan anggota HPI dan tidak memegang kartu tanda pengenal pramuwisata.