Kekurangan Pakan, Delapan Gajah Latih di Lahat Dipindahkan ke Banyuasin
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sebanyak 8 ekor dari 10 gajah latih di sekolah gajah yang terletak di Desa Perangai, Kecamatan Merapi Selatan, Kabupaten Lahat, dipindahkan ke Suaka Margasatwa Padang Sugihan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Pemindahan itu dilakukan setelah pasokan pakan alami gajah terus menurun akibat penyerobotan lahan habitat gajah oleh masyarakat sekitar.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan Genman S Hasibuan, Rabu (20/3/2019), mengatakan, total gajah latih di sekolah gajah yang berada tepat di bawah kaki Bukit Serelo mencapai 10 ekor. Namun, untuk sementara delapan gajah dipindahkan terlebih dahulu.
”Pemindahan dilakukan sejak Minggu sore hingga Senin dengan menggunakan truk,” katanya. Saat ini, petugas sedang berupaya memindahkan dua gajah yang masih berada di Lahat yang berjenis kelamin betina dan jantan.
Genman menerangkan, pihaknya harus memindahkan gajah lantaran lahan pakan gajah yang semakin berkurang. Sebenarnya, permintaan untuk memindahkan gajah sudah ada sejak satu tahun yang lalu, tetapi tertunda.
Berkurangnya pakan gajah terjadi karena lahan yang menjadi habitat gajah diserobot warga yang tinggal di sekitar kawasan konservasi. Warga menanam tanaman karet di lahan tersebut. Genman khawatir, kondisi ini akan berakhir pada konflik antara gajah dan warga. ”Masalah ini sedang ditangani Polres Lahat,” katanya.
Habitat gajah di kawasan konservasi Lahat mencapai 210 hektar, tetapi yang bisa ditempati gajah hanya 70 hektar. Sekitar 30 hektar di antaranya diserobot warga sekitar.
Adapun Suaka Marga Satwa Padang Sugihan merupakan habitat bagi 30 gajah latih. Dengan pemindahan itu, diharapkan gajah dapat hidup lebih tenang. ”Kami berharap dengan pemindahan ini, permasalah pakan dapat teratasi,” katanya.
Peneliti dari Hutan Kita Indonesia Bidang Konservasi (HaKI), Benny Hidayat, mengatakan, pemindahan karena kekurangan lahan pakan sangat masuk akal. Kekurangan pasokan makanan membuat potensi masuknya gajah ke lahan perkebunan warga sangat tinggi. ”Hal inilah yang dapat memicu konflik,” katanya.
Gajah akan dinilai sebagai hama. Konflik pun rentan terjadi. Korban bisa saja jatuh. ”Walau pembunuhan terhadap gajah di Sumsel jarang terjadi, tetap saja harus diwaspadai,” kata Benny.
Meski demikian, perlu diperhatikan juga kemampuan kelompok gajah yang dipindahkan itu beradaptasi dengan habitat barunya. Benny mengatakan, ada perbedaan karakter antara gajah yang ada di Lahat yang tinggal di perbukitan dan gajah yang ada di Muara Sugihan yang tinggal di kawasan rawa.
”Gajah yang tinggal di perbukitan lebih kekar dibanding yang tinggal di rawa,” katanya. Namun, dirinya yakin bahwa, gajah tersebut bisa beradaptasi.
Selain itu, di kawasan Muara Sugihan tidak hanya gajah latih yang hidup di situ. Diperkirakan ada 50 ekor gajah lain yang hidup di kawasan itu. Untuk itu, perlu dipastikan gajah latih mendapat pasokan makanan yang memadai.
Setiap gajah dewasa membutuhkan sekitar 150 kilogram makanan setiap harinya baik berupa rumput, pelepah pohon, dan berbagai makanan lainnya.