Sebagian petani di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, saat ini berupaya memanen padinya lebih cepat tanpa menunggu usia panen.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sebagian petani di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, saat ini berupaya memanen padinya lebih cepat tanpa menunggu usia panen. Hal ini untuk mencegah dampak kerusakan yang lebih parah setelah padi mereka roboh diterpa hujan dan tergenang air selama empat hari.
Bahroni, petani di Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Rabu (20/3/2019), mengatakan, empat hektar tanaman padi yang digarapnya sebenarnya baru memasuki usia panen sekitar dua minggu lagi. Namun, setelah hampir semua tanaman roboh sejak Sabtu (16/3), dia pun buru-buru memanennya.
”Panen tidak bisa ditunda karena tanaman padi sudah roboh dan gabahnya berceceran di mana-mana. Jika dibiarkan lebih lama, gabah tersebut justru akan tumbuh menjadi tanaman baru sehingga tidak akan tersisa bulir gabah yang bisa digiling menjadi beras,” ujarnya.
Tidak hanya roboh, menurut Bahroni, empat hektar tanaman padinya juga terendam air. Hal itu pada akhirnya membuat gabah yang dipanen pun sangat basah, lembab, dan mulai berwarna kehitaman.
Semua gabah yang basah tersebut, menurut dia, juga harus secepatnya dijemur hingga benar-benar kering. ”Jika dibiarkan basah hingga lebih dari tiga hari, beras yang dihasilkan tidak akan berwarna putih, tetapi berwarna kuning kusam,” ujarnya. Perubahan warna tersebut dipastikan berpengaruh pada turunnya harga beras tersebut.
Robohnya tanaman, menurut Bahroni, akan berdampak pada penurunan rendemen beras yang dihasilkan. Jika biasanya 1 kuintal gabah bisa menghasilkan 60 kilogram beras, melihat hasil panen saat ini, dia pun pesimistis. Dia memperkirakan 1 kuintal gabah hanya akan menghasilkan kurang dari 50 kg beras.
Saya memperkirakan harga gabah yang dihasilkan sekarang maksimal hanya akan mencapai Rp 4.000 per kg.
Makhi, petani lainnya, mengatakan, karena kualitas gabah yang dihasilkan dari tanaman padi yang roboh kurang bagus, gabah tersebut juga tidak akan laku dengan harga tinggi. Gabah yang dipanen sebelum hujan deras dihargai Rp 4.500 per kg. ”Melihat kondisi kerusakan saat ini, saya memperkirakan harga gabah yang dihasilkan sekarang maksimal hanya akan mencapai Rp 4.000 per kg,” ujarnya.
Kondisi serupa terjadi di Desa Tuksongo, Kecamatan Borobudur. Nurzainiyah, petani penggarap, mengatakan, robohnya tanaman padi dipastikan juga akan berpengaruh pada kualitas beras yang dihasilkan.
”Tanaman padi yang dipanen setelah roboh biasanya menghasilkan beras yang pecah-pecah dan tidak utuh,” ujarnya. Dengan kondisi ini, harga beras dari gabah tersebut tidak akan mampu mencapai harga pasaran beras saat ini yang mencapai Rp 10.000 per kg.
Sama seperti Bahroni, Nurzainiyah juga memanen padi sekitar 10 hari lebih cepat dari usia panen. Saat ini, Nurzainiyah sudah menggarap dan mulai memanen lebih dari 2.000 meter persegi tanaman padi.
Memanen padi yang sudah roboh tersebut, menurut dia, juga membutuhkan waktu relatif lebih lama daripada kondisi normal. Jika biasanya cukup membutuhkan waktu satu hari, sekarang memanen bisa memakan waktu lebih dari dua hari.