YOGYAKARTA, KOMPAS — Keselamatan pengendara sewaktu melintas di pelintasan sebidang belum sepenuhnya diperhatikan. Masih banyak pelintasan sebidang liar tanpa rambu lalu lintas yang membahayakan para pengendara. Ketegasan pemerintah daerah untuk menertibkan pelintasan sebidang liar harus dilakukan.
Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi teknis yang diadakan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan, di Yogyakarta, Kamis (21/3/2019). Pertemuan itu dihadiri oleh puluhan pejabat dinas perhubungan dari sejumlah daerah yang dilintasi kereta api.
Berdasarkan data yang dihimpun Direktorat Keselamatan Perkeretaapian, pada 2019, terdapat sekitar 4.854 pelintasan sebidang di Pulau Jawa dan Sumatera. Dari jumlah tersebut, hanya ada 1.238 pelintasan sebidang yang resmi dan dijaga petugas. Masih ada 2.046 pelintasan sebidang resmi dan 1.570 pelintasan sebidang liar yang tidak dijaga.
Direktur Keselamatan Perkeretaapian Edi Nursalam mengatakan, pelintasan sebidang yang liar itu tidak sesuai dengan standar keselamatan. Tidak ada rambu-rambu lalu lintas ataupun palang yang terpasang guna memperingatkan pengguna jalan bahwa ada lintasan kereta api.
”Jangan membiarkan pengguna jalan menjadi korban sia-sia dari pelintasan sebidang. Keselamatan pengguna jalan harus menjadi hal yang dominan,” kata Edi.
Dari 2014-2018, telah terjadi sebanyak 1.174 kecelakaan di pelintasan sebidang yang tidak dilengkapi petugas penjaga. Korban meninggal mencapai 257 jiwa dalam kurun waktu tersebut. Sebagian besar kecelakaan tersebut terjadi di pelintasan sebidang liar.
Jangan membiarkan pengguna jalan menjadi korban sia-sia dari pelintasan sebidang. Keselamatan pengguna jalan harus menjadi hal yang dominan.
Edi menyatakan, meskipun bermasalah dan membahayakan, pelintasan sebidang liar itu nyatanya memang dibutuhkan masyarakat. Ia mengungkapkan tidak mudah menutup pelintasan sebidang liar karena adanya penolakan dari masyarakat. Padahal, penutupan tersebut dilakukan demi keselamatan mereka.
”Jika memang dibutuhkan, setidaknya pelintasan itu harus diurus. Jangan sampai tidak ada penjaga dan rambu-rambunya. Minimal harus ada rambu stop untuk peringatan kepada pengguna jalan sehingga tidak mencelakakan masyarakat itu sendiri,” kata Edi.
Meminimalisasi
Pengamat transportasi publik dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan, kepala daerah harus mengambil peran dalam meminimalkan kecelakaan di pelintasan sebidang tersebut. Mereka punya kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan hal tersebut sebagai pemimpin di daerahnya masing-masing.
”Kepala daerah harus memperhatikan keberadaan pelintasan sebidang yang liar di daerah. Sebab, hal itu rawan dan sering menimbulkan kecelakaan. Mereka harus bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan di pelintasan tersebut,” kata Djoko.
Komisaris Besar Bakharuddin Muhammad Syah, Analis Kebijakan Madya Bidang Patroli Jalan Raya Korps Lalu Lintas Polri, mengatakan, peningkatan fasilitas umum pencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas harus diimbangi dengan kesadaran berkendara yang aman. Aspek keselamatan harus diutamakan setiap kali pengguna jalan mengendarai kendaraannya masing-masing.
”Keselamatan merupakan cermin kebudayaan dan keberadaban suatu bangsa sekaligus menunjukkan standar dan kompetensi yang tinggi terhadap humanisme,” kata Bakharuddin.
Edi mengatakan, demi meningkatkan keselamatan pengguna jalan di pelintasan sebidang, ia akan lebih menggeliatkan lagi penutupan pelintasan sebidang liar. Ia menyampaikan, pada 2018, ada sekitar 500 pelintasan sebidang liar yang ditutupnya. Keinginan itu harus didukung dengan ketegasan pemerintah daerah agar melakukannya demi menjaga keselamatan warganya.