Waspadai Kecurangan Peserta Maupun Penyelenggara Pemilu
Kepolisian Daerah Kalimantan Barat dan Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura mewaspadai praktik kecurangan peserta maupun penyelenggara pemilu. Praktik semacam ini berpeluang memicu protes yang berujung konflik fisik maupun nonfisik.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Kepolisian Daerah Kalimantan Barat dan Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura mewaspadai praktik kecurangan peserta maupun penyelenggara pemilu. Praktik semacam ini berpeluang memicu protes yang berujung konflik fisik maupun nonfisik.
Sebanyak 14.000 personel gabungan Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura dan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat disiagakan mengamankan Pemilu 2019. Masyarakat diimbau tidak takut menggunakan hak pilih karena aparat menjamin keamanan pemilu hingga ke TPS.
Hal itu disampaikan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Inspektur Jenderal Didi Haryono di sela-sela gelar pasukan gabungan TNI dan sejumlah elemen lain di Alun-alun Kapuas, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (22/3/2019). Dalam apel itu hadir pula Panglima Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura Mayor Jenderal Achmad Supriyadi. Mereka berdua sempat mengecek kesiapan pasukan dan peralatan alutsista.
“Apel ini memberikan keyakinan kepada masyarkat bahwa aparat memberikan pengamanan yang sungguh-sungguh dalam pemilu. Sebanyak 14.000 personel gabungan TNI-Polri kami siapkan untuk mengamankan pemilu termasuk di 16.499 TPS. Belum lagi dari Linmas. Dengan demikian, masyarakat diharapkan jangan takut memberikan hak pilih,” kata Didi seusai apel.
Peran TNI-Polri diperlukan menjamin stabilitas keamanan serta mengawal pelaksanaan pemilu hingga tuntas.
Dia menuturkan, pesta demokrasi tidak bisa terlepas dari berbagai dinamika di lapangan. Untuk itu, peran TNI-Polri diperlukan menjamin stabilitas keamanan serta mengawal pelaksanaan pemilu hingga tuntas.
Kepolisian juga telah memetakan potensi gangguan. Misalnya saja, praktik kecurangan yang bisa dilakukan seluruh pihak, mulai dari peserta hingga penyelenggara. Hal itu dapat memicu protes dan menimbulkan gangguan. Selain itu, ancaman fisik maupun nonfisik peserta pemilu dan penyelenggara pemilu juga mesti diantisipasi.
“Untuk itu saya telah menginstruksikan kepada seluruh personel untuk menyiapkan mental dan fisik guna mengawal pemilu. Kami meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman yang dihadapi. Awasi dan lakukan pengendalian untuk menekan penyimpangan di lapangan,” ujar Didi.
Achmad Supriyadi mengungkapkan, Pemilu 2019 menjadi tonggak sejarah karena pertama kali dilaksanakan secara serentak untuk memilih DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR RI, DPD, dan presiden serta wakil presiden. Hal ini tentu akan menjadi sorotan internasional.
“Apakah Indonesia mampu mengonsolidasikan demokrasi yang berintegritas. Sukses tidaknya perhelatan demokrasi ini tergantung dari berbagai pihak termasuk TNI-Polri dalam melakukan pengamanan,” ujarnya.
Menurut Achmad, penyelenggara pemilu juga hendaknya menunjukkan kinerja yang objektif. Dengan demikian, pelaksanaan pemilu berlangsung lancar. “Pemilu bukanlah ajang konflik antarkubu. Pemilu sejatinya memilih pemimpin, bukan mengadu pemimpin. TNI-Polri bertanggung jawab terhadap pengamanan,” paparnya.
Hal yang masih perlu diwaspadai yakni peredaran hoaks melalui media sosial. Hoaks untuk menyingkirkan lawan politik dapat merusak persatuan dan kesatuan masyarakat. Menurut Achmad, hoaks sebetulnya bentuk lain dari teror. Jika itu terjadi, oknum yang melakukan harus ditindak tegas.
“Para personel yang bertugas juga hendaknya perperan dalam mendewasakan masyarakat. Jangan sampai mereka terpecah-belah karena isu SARA. Jangan sampai masyarakat mudah terpengaruh dengan isu yang merusak persatuan,” kata Achmad.
Jangan sampai masyarakat terpecah-belah karena isu SARA. Jangan sampai masyarakat mudah terpengaruh dengan isu yang merusak persatuan.
Kepala Staf Daerah Militer XII/Tanjungpura Brigadir Jenderal (TNI) Alfret Denny D. Tuejeh, dalam berbagai kesempatan mengingatkan, Indonesia akan menjadi salah satu negara terbesar beberapa tahun mendatang. Namun, untuk mencapai itu harus bisa mengonsolidasikan demokrasi dengan baik. Artinya, pelaksanaan Pemilu 2019 akan menentukan keberhasilan masa depan.
Indonesia hendaknya belajar dari apa yang terjadi di Timur Tengah, antara lain Libya dan Suriah. Banyak negara hancur karena tidak bisa mengelola isu domestik. Jangan sampai hal-hal seperti itu terjadi di Indonesia.