KUPANG, KOMPAS — Persentase elektrifikasi di Nusa Tenggara Timur terendah secara nasional, yakni hanya 62 persen. Pemerintah pusat pun bertekad meningkatkan cakupan layanan listrik di NTT mencapai 90 persen, setidaknya hingga 2020. Namun, hal itu memerlukan dukungan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menyiapkan lahan pembangunan jaringan listrik.
Hal itu dikemukakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan saat meresmikan penerangan jalan umum tenaga surya (PJUTS) dan lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE) di Kupang, NTT, Sabtu (23/3/2019).
Jonan mengatakan, selain NTT, dua provinsi dengan tingkat elektrifikasi terendah adalah Papua dan Maluku. Namun, persentase kedua provinsi itu lebih tinggi daripada NTT, yakni 70 persen untuk Maluku dan lebih dari 90 persen untuk Papua.
”Elektrifikasi di NTT masih rendah. Namun, tidak berarti pemerintah membiarkan kondisi ini terus berlanjut. Saya punya komitmen segera mungkin mengoptimalkan tingkat elektrifikasi listrik di NTT. Tahun 2019/2020 kami upayakan 90 persen,” kata Jonan.
Jonan didampingi anggota Komisi VII DPR Ferry Kaseh, Staf Khusus Bidang Polhukam Kementerian ESDM Widyo Sunaryo, Direktur PT PLN Bisnis Regional Bali dan Nusa Tenggara Djoko Abumanan, Wakil Wali Kota Kupang Herman Man, dan Sekretaris Provinsi NTT Ben Polomaing.
Jonan mengharapkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat membantu pemerintah pusat mempercepat pembangunan listrik ini, terutama dalam aspek pembebasan lahan. Kementerian ESDM terus meningkatkan PJUTS dan LTSHE untuk rumah-rumah warga yang tidak mampu membayar listrik dan tidak memiliki jaringan PLN. Sebagian besar wilayah itu tersebar di desa-desa.
Ia mengatakan, tahun 2018, PJUTS untuk NTT sebanyak 1.034 unit. Tahun ini, dari 21.280 unit PJUTS yang dibagikan ke seluruh Indonesia, NTT mendapatkan 1.000 unit.
”NTT silakan usulkan berapa titik lampu untuk penerangan jalan dan penerangan rumah warga. NTT usul selama lima tahun ke depan, butuh berapa PJUTS dan LTSHE supaya bisa dicicil oleh Kementerian ESDM selama lima tahun itu. Bagi permukiman penduduk yang ada jaringan listrik, tetapi masyarakat tidak mampu biaya sambung, kami bersama PLN mencarikan biaya sambung,” kata Jonan.
Khusus LTSHE tahun 2019, jatah untuk NTT sebenarnya hanya 13.000 unit. Namun, Jonan menaikkannya menjadi 25.000 unit. Listrik sangat mendesak bagi masyarakat. Dengan listrik, masyarakat bisa membangun usaha mikro, kecil, dan menengah. Anak-anak sekolah pun dapat belajar dengan tenang. Masyarakat bisa mengikuti siaran televisi sehingga bisa mengikuti perkembangan di daerah lain.
Selain listrik, Jonan juga bertekad membangun sarana air bersih bagi NTT, kebutuhan yang sangat mendesak. Apalagi, saat musim kemarau, kekeringan di NTT kondisinya jauh lebih memprihatinkan dibandingkan daerah lain.
Karena itu, tahun ini disiapkan 50 titik sumur bor di NTT dari total 650 sumur bor di seluruh Indonesia. Jumlah 50 sumur bor itu bisa melayani 150.000–200.000 jiwa.
Wakil Gubernur NTT Yoseph Nae Soi mengatakan, dengan dukungan dari Kementerian ESDM, persoalan listrik dan air bersih di NTT secara bertahap teratasi. Masyarakat pun diajak untuk bekerja sama mendukung program tersebut.
”Kesejahteraan merupakan manifestasi dari Pancasila. Jika NTT, Maluku, Ternate, dan Papua sejahtera, Indonesia sudah mendekati negara maju. Pemprov terus mengingatkan kepada Kementerian ESDM agar memperhatikan NTT dari sisi listrik dan air bersih,” kata Nae Soi.