Proyek Kawasan Wisata Serangan Bakal Dihidupkan Lagi
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pulau Serangan, Kota Denpasar, Bali, merupakan proyek reklamasi Bali Turtle Island Development (BTID) sebagai pengelola pada 1995-1998. Sudah hampir 21 tahun atau hingga Kamis (21/3/2019), proyek yang direncanakan menjadi kawasan pariwisata modern itu belum juga terealisasi. Kawasan ini sebelum reklamasi memiliki luasan 117 hektar dan kini menjadi sekitar 500 hektar.
Tahun 2019 ini, BTID melalui kerja sama dengan Kura Kura Bali tengah berusaha menggarap pembangunan kawasan wisata modern tersebut. Menurut rencana, Kura Kura Bali membangun kawasan pariwisata modern yang ramah lingkungan, mengolah energi, memperbaiki ekosistem yang diduga rusak karena reklamasi yang tetap berbasis Tri Hota Karana dengan nama ”Island of Happiness”.
Ya, Kura Kura Bali memang bakal membangunnya. Tapi, tahun ini masih tahap penyelarasan dan pematangan konsep antara tetap menjaga nilai budaya Bali dan kombinasi modern yang ramah lingkungan.
Meski rencana tersebut sudah dipropagandakan, Presiden Direktur Pembangunan Kura-Kura Bali I Gede Ardika belum bersedia menjelaskan kapan proyek ”Island of Happiness” tersebut terwujud.
”Ya, Kura Kura Bali memang bakal membangunnya. Tapi, tahun ini masih tahap penyelarasan dan pematangan konsep antara tetap menjaga nilai budaya Bali dan kombinasi modern yang ramah lingkungan,” kata Ardika di sela-sela acara Tech Talk di Kura Kura Bali, Serangan, Kota Denpasar.
Bukan wisata biasa
Ia berencana memaksimalkan sekitar 500 hektar itu menjadi destinasi wisata dunia yang berbeda dari sebelumnya. Presiden Komisaris Kura Kura Bali Tuti Hadiputranto juga menjelaskan, konsep pariwisata yang berbeda itu tidak mengandalkan di antaranya keindahan dan tari-tarian. Tuti menegaskan ini lebih dari sekadar wisata biasa.
Selanjutnya, konsep yang ditawarkan Kura Kura Bali dari penjelasan Tuti adalah membangun komunitas pintar, humanis, edukasi, hingga eco-teknologi. Berdasarkan konsepnya, seluas 80 hektar berupa lahan hijau dan mangrove, 3.000 meter terumbu karang. Ada lahan 25 kilometer juga disiapkan kawasan pejalan kaki serta taman, 38 kilometer jalanan bebas kendaraan menggunakan energi yang ramah lingkungan dari pengolahan, lalu terdapat institusi kreatif dan inovatif bidang teknologi kreatif.
Kawasan Serangan itu juga dikenal dengan pulau yang menjadi tempat kura-kura bertelur. Hanya saja, reklamasi diduga mengubah arah arus air laut dan menjadikan kura-kura menjauh dari Serangan.
Di sebelah kanan, jika memasuki pintu masuk kawasan itu, terdapat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung. Tempat pembuangan ini tengah diupayakan menjadi sumber pembangkit listrik tenaga sampah oleh Pemerintah Provinsi Bali.
Tahun ini juga Gubernur Bali I Wayan Koster memasukkan rencana adanya pembangunan pembangkit dengan Indonesia Power sebagai pelaksana. Koster berjanji, proses analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk meminimalisasi dampak lingkungan pembangunan proyek ini. ”Maksimal pada tahun 2020 pembangunan infrastrukturnya mulai,” kata Koster beberapa waktu lalu.
Volume sampah di TPA Suwung rata-rata 1.700 ton per hari dan memiliki kecenderungan meningkat. Sebanyak 10 persen diperkirakan sampah plastik. Tenaga listrik berasal dari residu yang dihasilkan dari hasil pembakaran sekitar 20 persen dari volume sampah 1.700 ton itu per hari. Kemampuannya diprediksi menghasilkan listrik 10 megawatt (MW).