Serapan dari Petani Ditargetkan 1,6 Juta Meter Kubik
Perusahaan pengolah kayu, Sampoerna Kayoe, menargetkan peningkatan serapan kayu dari petani hingga menjadi 1,6 juta meter kubik tahun ini. Hal itu untuk meningkatkan produksi kayu lapis menjadi 920.000 meter kubik tahun ini.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
JEMBER, KOMPAS — Perusahaan pengolah kayu, Sampoerna Kayoe, menargetkan peningkatan produksi kayu lapis menjadi 920.000 meter kubik tahun ini. Hal itu dilakukan dengan meningkatkan serapan kayu dari petani hingga menjadi 1,6 juta meter kubik.
Kayu yang diserap dari petani ialah kayu jenis sengon. Oleh Sampoerna Kayoe, kayu tersebut diolah menjadi kayu lapis (plywood). Sampoerna Kayoe merupakan salah satu produsen terbesar plywood di Indonesia.
Ditemui di Jember, Jawa Timur, Sabtu (23/3/2019), Direktur Operasional Sampoerna Kayoe Harry Handojo mengatakan, tahun ini pihaknya berupaya meningkatkan serapan dari petani kayu rakyat. ”Serapan kayu akan kami tingkatkan sekitar 12,5 persen atau sekitar 200.000 meter kubik. Tahun lalu kami menyerap sekitar 1,4 juta meter kubik kayu, tahun ini kami menargetkan dapat menyerap hingga 1,6 juta meter kubik,” ujarnya.
Hal itu dilakukan guna mendukung peningkatan produksi plywood. Tahun ini produksi ditargetkan meningkat 10 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Pada 2018, Sampoerna Kayoe memproduksi 830.000 meter kubik plywood. Adapun untuk tahun 2019, produksi plywood diharapkan bisa mencapai 920.000 meter kubik.
”Dengan adanya peningkatan produksi, kami juga berharap mampu meningkatkan ekspor kami. Dari total produksi per tahun, sebanyak 30-45 persen merupakan komoditas ekspor untuk pasar Jepang, Amerika, Korea, bahkan hingga beberapa negara di Timur Tengah,” tutur Harry.
Upaya untuk meningkatkan serapan kayu dilakukan secara menyeluruh dari tingkatan petani. Samporna Kayoe bahkan menyiapkan aplikasi khusus untuk mempercepat pengangkutan kayu hasil panen petani.
”Tahun ini kami membagikan 1,5 juta bibit sengon kepada para petani. Kami juga menyiapkan aplikasi untuk petani sehingga mereka bisa menginformasikan lokasi dan kondisi kayu yang siap dijual kepada kami,” kata Global Strategic Planning Director Sampoerna Kayoe Edward Tombokan.
Edward meyakini, dengan aplikasi tersebut, proses penjualan di tingkat petani dapat menjadi lebih cepat. Aplikasi tersebut juga memperpendek rantai produksi sehingga ongkos produksi di petani bisa berkurang antara Rp 100.000 dan Rp 200.000 per hektar panen.
Selain bantuan bibit dan aplikasi, para petani kayu juga membutuhkan peningkatan kapasitas.
Fasilitas pabrik pengolahan kayu, lanjut Edward, juga akan lebih dioptimalkan. Sampoerna Kayoe juga berencana menambah beberapa fasilitas pabrik sebagai upaya peningkatan produksi.
Sampoerna Kayoe memiliki 15 pabrik yang tersebar di seluruh Indonesia. Pabrik-pabrik tersebut terdiri dari 6 pabrik produksi barang jadi untuk plywood dan decking serta 9 pabrik veneer (plywood setengah jadi).
Imam, salah satu petani pemasok kayu ke Sampoerna Kayoe, mengatakan, selain bantuan bibit dan aplikasi, para petani kayu juga membutuhkan peningkatan kapasitas. Ia berharap ada bantuan pupuk serta pembinaan bagi para petani.
”Kami berharap mendapat ilmu tentang bagaimana cara tanam dan produksi yang baik. Apabila kami mendapat ilmu tentang pola tanam yang baik, hasil panen bisa optimal sehingga keuntungan kami bisa meningkat. Sampoerna Kayoe juga mendapat kayu yang baik pula,” tutur Imam.
Imam yang mengelola 400 hektar lahan sengon itu mengaku, per hektar biasanya ditumbuhi 1.100 tegakan pohon. Setelah lima tahun, saat sengon siap dipanen, biasanya tersisa sekitar 800 pohon yang siap ditebang.
Saat dipanen, pohon sengon milik Imam rata-rata memiliki keliling batang 70 sentimeter dengan ketinggian 12 meter. Pohon ukuran seperti itu minimal menghasilkan 0,5 meter kubik kayu sehingga per hektar rata-rata bisa dipanen 400 meter kubik.