Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan sumber daya manusia di wilayah geopark atau Taman Bumi Karangsambung-Karangbolong, Jawa Tengah, menjadi prioritas dalam pengelolaan kawasan itu.
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
KEBUMEN, KOMPAS — Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan sumber daya manusia di wilayah Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong, Jawa Tengah, menjadi prioritas dalam pengelolaan kawasan itu. Warga, pelaku usaha, dan kelompok sadar wisata menjadi kunci keberhasilan fungsi edukasi, konservasi, serta ekonomi taman bumi itu.
”Sumber daya manusia itu yang paling pokok. Soalnya, nanti kalau sudah telanjur ramai, ada banyak orang berkunjung, tetapi kami belum siap, nanti bisa salah langkah. Bisa dieksplorasi habis-habisan lalu bisa merusak lingkungan,” kata Ketua Harian Badan Pengelola Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong Djoenedi Fatchurachman di Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Rabu (27/3/2019).
Djoenedi mengatakan, secara bertahap pihaknya akan mengedukasi masyarakat sekitar taman bumi melalui pendidikan dan pelatihan (diklat), magang, dan melihat cerita sukses di tempat lain. ”Nanti akan kami ajak ke Gunung Sewu. Di sana ada banyak model pemberdayaan yang sukses. Artinya, perekonomian di sana meningkat luar biasa,” katanya.
Menurut Djoenedi, peningkatan kesadaran masyarakat untuk ikut menjaga situs geologi di taman bumi penting demi keberlanjutan. ”Perlu disadarkan dan diyakinkan bahwa (warga) jangan pernah berpikir kalau dikonservasi aku dapat apa? Kalau tidak boleh ditambang, aku dapat apa?” ujarnya.
Djoenedi mengatakan, salah satu contoh yang mulai menggeliat di Kebumen dalam dua bulan terakhir adalah Pasar Jaten di kawasan Pemandian Air Panas Krakal. ”Pohon jati tidak harus ditebang, tapi bisa dijadikan pasar tradisional yang mengangkat jajanan lokal. Kegiatan itu digelar setiap 35 hari sekali dan omzetnya bisa mencapai Rp 30 juta,” paparnya.
Vice President Global Geoparks Network Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) Ibrahim Komoo, saat berkunjung ke Karangsambung, menyampaikan, status geopark disematkan untuk mendorong proses pembudayaan masyarakat sekitar agar ikut terlibat menjaga warisan situs-situs geologi.
”Warisan geologi adalah sejarah awal manusia. Kehidupan manusia berawal dari pembentukan bumi. Kadang kita melupakan sejarah awal kita. Situs warisan geologi ada yang tidak dikenali, dilupakan, dan dirusak,” ujar Ibrahim.
Ibrahim mengatakan, dalam pengembangan geopark, komponen edukasi publik dan pemanfaatan geopark dari sisi wisata juga penting diperhatikan. ”Edukasi publik yaitu bagaimana merakyatkan ilmu. Bagaimana ilmu geologi itu digemari masyarakat. Saya berharap itu bisa dikemas melalui cerita rakyat,” katanya.
Adapun untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat, Ibrahim menyatakan, geowisata berpotensi dikembangkan. Caranya yakni dengan memanfaatkan ilmu geologi serta keindahan dan keunikan situs geologi untuk menggaet wisatawan. Hal itu dilakukan melalui penjelasan atau menceritakan situs-situs geologi yang tampak biasa-biasa saja, tapi sesungguhnya memiliki proses pembentukan yang luar biasa.
Pada pengembangan geowisata ini, peran serta masyarakat sekitar diperlukan. ”Kalau komunitas setempat mengenali kehebatan warisan geologi, dia akan menjaga,” ujar Ibrahim.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Paras Adi Prakarsa Suratno dari Karangsambung mengatakan, masyarakat perlu dilibatkan dalam pengembangan geopark karena hal itu dapat membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan kesadaran untuk menjaga lingkungan. ”Geopark ini menjadi solusi. Misalnya, petambang di sungai dapat beralih pekerjaan dengan membuka wisata tubing atau rafting yang berwawasan geologi,” ucap Suratno.
Meski demikian, Suratno mengatakan, masyarakat juga membutuhkan referensi tentang pemberdayaan masyarakat di kawasan geopark lain. ”Kalau hanya bimtek (bimbingan teknis), itu, kan, sebatas teori. Kami perlu referensi di tempat lain apa saja yang bisa diberdayakan dan bagaimana memberdayakannya,” ujarnya.
Pada 30 November 2018, kawasan Karangsambung-Karangbolong seluas 543.599 kilometer persegi ditetapkan sebagai geopark nasional. Kawasan yang mempunyai beragam morfologi, mulai dari perbukitan, lembah, dataran, hingga pantai ini mencakup 117 desa di 12 kecamatan di Kebumen.
Di taman bumi ini terdapat 59 situs utama yang terdiri dari 41 situs geologi (geosite), 8 situs biologi, dan 10 situs budaya. Salah satu situs yang unik adalah Watu Kelir. Situs ini berupa batuan beku yang bentuknya seperti alat musik tradisional kenong dan gong.
Pada sisi bawah batuan ini terdapat batuan yang berwarna merah muda. Setelah diselidiki, ditemukan fosil yang identik dengan fosil yang ada di kedalaman 4.000 meter di bawah laut. Batuan yang usianya mencapai setidaknya 80 juta tahun itu dulunya merupakan dasar samudra.