AMBON, KOMPAS— Kementerian Perhubungan mengevaluasi program tol laut di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, karena dinilai tidak efektif memangkas harga barang yang tinggi. Persoalan utama ada pada pengawasan dan distribusi barang dari pelabuhan ke konsumen.
Rapat guna mengevaluasi tol laut itu dipimpin langsung Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Saumlaki, ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Rabu (27/3/2019). Hasil rapat disampaikan Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Wisnu Handoko kepada Kompas, Kamis (28/3).
Wisnu menyatakan, salah satu hasil rapat adalah barang yang diangkut tol laut diberi label khusus. Dengan label itu, pemerintah daerah, aparat keamanan, dan masyarakat dapat melakukan pengawasan langsung. ”Pemda dan pelaku usaha memberikan label pada barang sebelum didistribusi,” Wisnu menulis dalam keterangannya.
Implementasi tol laut sejak 2016 di daerah itu belum efektif menurunkan harga barang. Meski diberikan subsidi angkutan logistik pada tol laut, ketiadaan regulasi yang ketat membuat praktik monopoli dalam distribusi barang tak terbendung sehingga harga barang tetap tinggi.
Berdasar pantauan Kompas, harga beras kualitas medium Rp 15.000 per kilogram. Harga itu lebih tinggi dibanding sebelum ada tol laut. Semen 50 kilogram dijual dengan harga Rp 75.000 per zak. Harga itu tak berubah dari sebelum ada tol laut. Warga juga tidak dapat mengenali barang yang diangkut tol laut (Kompas, 22/3).
Menurut Wisnu, penyebab lain dari tingginya harga barang adalah biaya yang timbul di pelabuhan, seperti biaya bongkar muat. Kegiatan itu hanya berlangsung hingga pukul 17.00 WIT sehingga biaya labuh kapal tinggi. Bongkar muat berjalan lambat lantaran di Pelabuhan Saumlaki tidak ada crane darat.
Ke depan, kata Wisnu, perlu diperkuat konektivitas moda transportasi darat dan laut dari Saumlaki ke pulau-pulau terdekat untuk memperlancar distribusi barang. Dengan demikian, efek tol laut tidak hanya terasa di Saumlaki. ”Perlu konektivitas moda darat dan kapal pelayaran rakyat yang lebih kecil ukurannya sebagai armada semut,” katanya.
Wisnu menyatakan, sepanjang tahun 2018, kapal laut membawa 10.600 ton barang kebutuhan pokok dan barang penting dari Surabaya, Jawa Timur, ke Saumlaki. Ia berharap agar masyarakat dapat memanfaatkan tol laut untuk mengirim hasil pertanian dan hasil laut untuk dipasarkan di Pulau Jawa. Pengiriman tersebut mendapat subsidi.
Guru Besar Transportasi Maritim Universitas Pattimura Ambon Markus Tukan mengatakan, tol laut merupakan jawaban atas persoalan tingkat kemahalan yang tinggi di kawasan timur Indonesia, termasuk Maluku. Pelaku usaha mendapatkan subsidi angkutan hingga 50 persen dari tarif normal. Perlu penyesuaian harga agar efek tol laut dirasakan masyarakat.
”Lewat pelabelan, otomatis ada perbedaan antara harga barang yang diangkut menggunakan kapal tol laut dan kapal komersial. Pengawasan di daerah sangat penting dan menjadi kunci utama sukses tol laut,” kata Markus yang hadir dalam pertemuan itu.
Secara terpisah, Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon mengakui ada monopoli pengusaha dalam perdagangan barang. Namun, dia tidak menjelaskan alasan tak merespons hal itu. (FRN)