SIDOARJO, KOMPAS - Hasil uji genetika terhadap enam ekor anak komodo yang berhasil digagalkan dari upaya perdagangan satwa ilegal dan penyelundupan ke luar negeri, diperkirakan selesai pekan ini. Hasil itu sangat dinantikan untuk kepentingan penyidikan dan memastikan asal usul komodo yang menjadi dasar pelepasliaran.
Ada tiga kelompok komodo yang dibedakan berdasarkan komposisi genetis yakni komodo yang berhabitat di Taman Nasional Komodo (TNK), berhabitat di daratan Flores barat yakni Cagar Alam Wae Wuul, dan daratan Flores utara. Hasil uji genetika akan memastikan habitat asli anak komodo yang saat ini dirawat di kandang transit Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jatim.
Hasil uji genetika selesai pada pekan pertama April. Proses pengambilan dilakukan 12-13 Maret lalu dan analisa genetisnya memerlukan waktu sekitar dua minggu hari kerja efektif
Hasil uji genetika ini bisa menguatkan maupun mematahkan hasil analisa morfologi yakni berdasarkan bentuk wajah dan bentuk tubuh. Hasil analisa morfologi menyatakan komodo berhabitat asli di daratan Flores utara karena memiliki bentuk tubuh lebih kecil dibandingkan komodo di TNK.
“Hasil uji genetika selesai pada pekan pertama April. Proses pengambilan dilakukan 12-13 Maret lalu dan analisa genetisnya memerlukan waktu sekitar dua minggu hari kerja efektif,” ujar Kepala BBKSDA Jatim Nandang Prihadi, Minggu (31/3/2019).
Setelah mengetahui asal usul komodo, diperlukan proses observasi lingkungan habitat asli. Tujuannya menentukan lokasi yang tepat dan memungkinkan dilakukan pelepasliaran. Selain itu pemantauan proses adaptasi perilaku untuk memastikan anakan komodo ini mampu bertahan hidup dengan baik.
Seperti diberitakan sebelumnya polisi berhasil mengungkap perdagangan 39 satwa dilindungi asal Indonesia timur di Surabaya dan Jatim. Sebanyak enam satwa diantaranya merupakan anak komodo berusia 1-3 tahun. Satwa ini diperdagangkan ke luar negeri secara ilegal melalui sistem perdagangan dalam jaringan (daring).
Polisi mengungkap sembilan orang pelaku, dua diantaranya masih terus diburu. Pelaku mengaku berafiliasi dengan jaringan luar negeri dan berhasil menjual 41 ekor komodo selama kurun waktu 2016-2018. Penjualan dilakukan ke sejumlah negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Hongkong, dan China.
Sementara itu di kandang transit, enam anak komodo ditempatkan di kandang terpisah. Kondisi kesehatannya terus dipantau termasuk nafsu makannya. Perilakunya dianalisa terutama terkait sifat liarnya, misalnya saat anak komodo ini merespon kehadiran manusia atau petugas yang merawat. Sejauh ini sifat alam liarnya masih cukup kuat.
Izin pelepasliaran
Kepala Bagian Data Evaluasi Laporan dan Kehumasan BKSDA Jatim Gatut Panggah Prasetyo mengatakan tahap demi tahap proses persiapan pelepasliaran terus dimatangkan. Harapannya pelepasliaran ke habitat asli secepatnya dilakukan. Semakin lama ditunda, dikhawatirkan terjadi perubahan perilaku karena sifat alam liar enam komodo semakin tergerus.
Selain menunggu hasil uji genetika, pihaknya juga tengah menanti jawaban surat yang dikirimkan kepada Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian LHK. Surat yang dikirimkan Jumat pekan lalu itu berisi permohonan persetujuan pelepasliaran.
Sebelumnya penyidik Polda Jatim secara lisan telah mengizinkan enam anakan komodo yang menjadi barang bukti perkara itu untuk dilepasliarkan tanpa menunggu proses penyidikan selesai atau kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jatim.