Lembaga penyiaran arus utama masih tetap dipercaya masyarakat di tengah merebaknya informasi palsu dan kabar bohong. Untuk itu, lembaga penyiaran arus utama dituntut menyampaikan berita berkualitas, serta berimbang dan netral menjelang pemilihan umum.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Lembaga penyiaran arus utama masih tetap dipercaya masyarakat di tengah merebaknya informasi palsu dan kabar bohong. Untuk itu, lembaga penyiaran arus utama dituntut menyampaikan berita berkualitas serta berimbang dan netral menjelang pemilihan umum.
Pada peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) Ke-86 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (1/4/2019), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kembali menekankan pentingnya penyiaran yang berkualitas dan bermartabat.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis mengatakan, lembaga penyiaran kini berhadapan dengan teknologi yang berkembang cepat. Digitalisasi dan konvergensi pun menggerus bagi media-media arus utama.
”Meski begitu, hanya media mainstream (arus utama) yang bisa dipercaya masyarakat saat ini. Karena itu, KPI selalu menjadi teman dan partner bagi lembaga penyiaran arus utama untuk menyampaikan penyiaran yang baik dan berkualitas,” katanya.
Di Indonesia, dari 2.097 radio serta 1.106 televisi lokal, berlangganan, dan induk jaringan televisi nasional, hanya media arus utama yang masih dipercaya masyarakat. Sebab, media arus utama diatur Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Di sisi lain, media-media baru tidak memiliki regulasi.
”Ketika terjadi bencana dan hoaks di mana-mana, hanya satu informasi yang bisa dipercaya, yaitu melalui media televisi dan radio yang diatur Undang-Undang Penyiaran,” ujarnya.
Melalui penyiaran yang berkualitas, menurut Yuliandre, lembaga penyiaran bisa merawat kebinekaan. Hal itu sangat penting pada momen pesta demokrasi pemilihan umum. Lembaga penyiaran harus melakukan komunikasi yang baik dengan masyarakat.
Ketika terjadi bencana dan hoaks di mana-mana, hanya satu informasi yang bisa dipercaya, yaitu melalui media televisi dan radio yang diatur Undang-Undang Penyiaran.
”Dalam penyiaran tentang pemilu, semua lembaga penyiaran yang diawasi KPI harus berkomitmen menjaga keberimbangan dan netralitas. Semua harus berjuang untuk kebaikan negeri ini, tidak memecah belah, tetapi menyatukan,” tuturnya.
Yuliandre berharap media penyiaran tidak jadi partisan atau terlibat dalam sebuah isu yang bisa membuat bangsa jadi terbelah. ”Kami yakin media arus utama bisa menjadikan pemilu itu damai, indah, dan menyejukkan,” ucapnya.
Memberikan standar
Menurut Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK, penyiaran sekarang ini sejatinya adalah penyiaran media arus utama. Namun, media arus utama sekarang harus berhadapan dengan penyiaran di media sosial dan media dalam jaringan yang punya gaya berbeda.
”Karena itu, media penyiaran arus utama harus bersikap dan memberikan standar penyiaran terbaik. Media arus utama harus menjadi pengayom bagi media-media baru,” katanya.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor mengatakan, media penyiaran sampai saat ini masih jadi yang terdepan dalam penyebarluasan informasi. Untuk itu, pemerintah, pemilik media, dan seluruh masyarakat sebagai pemangku kepentingan penyiaran harus ikut aktif membangun dunia penyiaran yang sehat, berkualitas, dan mencerdaskan.
Media penyiaran arus utama harus bersikap dan memberikan standar penyiaran terbaik. Media arus utama harus menjadi pengayom bagi media-media baru.
”Kami sangat mendukung upaya KPI membina lembaga-lembaga penyiaran di Tanah Air. Di daerah, kami juga terus membangun sinergi dengan KPID dalam membangun serta meningkatkan kualitas penyiaran di daerah,” katanya.
Bagi daerah, menurut Sahbirin, media penyiaran lokal menjadi sarana yang efektif melestarikan budaya-budaya daerah agar tidak tergerus zaman.
”Melalui media penyiaran lokal, anak-anak generasi milenial memiliki medium untuk mengekspresikan seni, ide, dan kreativitasnya sesuai konteks lokalitas dan budaya daerah,” katanya.