Sebanyak 197 siswa SMK ikut serta dalam ujian nasional berbasis computer bagi siswa SMA di Nusa Tenggara Barat. Mereka ikut ujian susulan karena sebelumnya sakit dan tidak tuntas mengerjakan soal akibat listrik padam.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·2 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Sebanyak 197 siswa sekolah menengah kejuruan ikut serta dalam ujian nasional berbasis komputer tingkat siswa SMA di Nusa Tenggara Barat. Mereka ikut ujian susulan karena sebelumnya sakit dan tidak tuntas mengerjakan soal akibat listrik padam.
”Bagi siswa SMKN yang sebelumnya tidak hadir diberi kesempatan ikut ujian susulan bersama siswa SMA. Mereka mengikuti ujian susulan selama empat hari. Satu hari satu mata pelajaran,” kata Aidy Furqon, ketua ujian nasional berbasis komputer (UNBK) NTB, Selasa (2/4/2019), di Mataram, Lombok.
Menurut Aidy, yang juga Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, tercatat 15.098 siswa SMKN NTB mengikuti UNBK selama empat hari mulai hari Senin (25/3). Namun, ada 197 siswa SMKN di 10 kabupaten/kota di NTB yang belum mengikuti UBNK.
Mata pelajaran ujian susulan UNBK SMK terbanyak adalah Bahasa Indonesia yang diikuti 116 peserta, Bahasa Inggris (33 peserta), Matematika (20 peserta), dan Teori Kejuruan (28 peserta). Mereka tersebar di Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima.
Sementara itu, Selasa pagi, belum ada kendala berarti dalam pelaksanaan UNBK. Tiap sekolah melalui tim Help Desk Kabupaten/Kota se-NTB bisa mengatasi persoalan teknis aplikasi. Siswa SMA yang mengikuti UNBK di NTB sebanyak 72.635 orang, meliputi 44.691 siswa SMA negeri dan 27.944 siswa SMA swasta.
Guru SMAN 1 Sembalun, Zohri, mengatakan, ada 44 siswa yang mengikuti UNBK. Dalam dua hari ini, semua siswa sudah siap mental mengikuti UNBK.
”Tidak ada yang telat masuk kelas. Malah, satu jam sebelumnya mereka sudah berkumpul di halaman sekolah. Mudah-mudahan mereka bisa menjawab soal-soal, tidak lagi terbebani mental dan psikisnya akibat kejadian gempa bumi,” ujar Zohri.
Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, adalah salah satu wilayah terdampak gempa paling parah saat Juli-Agustus 2018. Selain rumah penduduk rusak berat, kondisi mental anak-anak penyintas bencana pun rentan terpengaruh. Belakangan, Minggu (17/3), gempa terjadi lagi membuat siswa tidak konsentrasi belajar.
Beberapa hari setelah gempa terakhir itu para siswa tidak bisa mengikuti kegiatan belajar-mengajar secara efektif. Kondisi itu membuat siswa harus mendapat pelajaran tambahan dari sekolah. ”Kami berharap mereka bisa lebih baik dan konsentrasi saat menyelesaikan soal yang ada,” kata Zohri.