JAKARTA, KOMPAS – Pembangunan infrastruktur masih menjadi prioritas pada 2019. Pelaku usaha berharap pembangunan infrastruktur semakin menjangkau pelau usaha di daerah.
Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di APBN 2019 sebesar Rp 110,7 triliun. Jumlah tersebut paling besar dibandingkan dengan anggaran kementerian atau lembaga lainnya. Adapun total belanja infrastruktur pemerintah untuk APBN 2019 sebesar Rp 415 triliun, lebih besar dari 2018 yang sebesar Rp 410,4 triliun. Belanja infrastruktur tersebut melalui belanja pemerintah pusat, dana transfer, maupun skema pembiayaan.
Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra Saleh Atmawidjaja, Minggu (4/11/2018), mengatakan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyiapkan 3.926 paket proyek senilai Rp 32,6 triliun. Hingga kini, pemerintah masih menyiapkan paket proyek baru yang dimulai tahun depan, termasuk pelaksanaan lelang dini.
“Yang jelas, tetap fokus bekerja menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulai sebelumnya,” kata Endra.
Proyek yang sudah dimulai sebelumnya, di antaranya pembangunan proyek tahun jamak, seperti bendungan. Pada 2019 rencananya akan dibangun 9 bendungan baru.
Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, proses lelang akan dioptimalkan melalui pemanfaatan teknologi informasi, penggunaan produk dalam negeri atau yang mengandung tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) tinggi, serta meningkatkan peran usaha kecil dan menengah (UKM). Pengawasan diperkuat untuk mencegah praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Basuki berharap, ketika menginjak semester II-2018, sudah tidak ada proses lelang.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) Budi Harto menyampaikan, kebutuhan infrastruktur di Indonesia masih sangat besar. Hal ini terkait dengan prasarana yang mendukung konektivitas berupa jalan, pelabuhan, dan bandara, yang akan mendukung daya saing dan menekan biaya logistik. Sementara, kota-kota di Indonesia memerlukan infrastruktur untuk mendukung kehidupan dan mobilitas masyarakat, seperti transportasi, sanitasi, dan pengendalian banjir.
“Untuk 10 tahun ke depan sebaiknya pemerintah masih fokus pada infrastruktur mengingat ketersediaan infrastruktur kita banyak ketinggalan dibanding kebutuhan,” kata Budi Harto.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) Nugroho Pudji Rahardjo berpandangan, dunia konstruksi saat ini semakin baik, terlebih dengan terbitnya Undang-Undang Jasa Konstruksi pada 2017. Namun demikian, semangat UU Jasa Konstruksi untuk mengembangkan dunia konstruksi Indonesia masih belum sepenuhnya diadopsi pemerintah daerah.
Salah satu yang menjadi sorotan, lanjut Nugroho, adalah pelibatan penyedia jasa konstruksi maupun konsultasi yang berbasis di daerah yang saat ini masih terbatas. Semestinya, lanjut Nugroho, dalam mengerjakan proyek di daerah, pemerintah provinsi dapat meminta kerja sama operasi (KSO) antara penyedia jasa dari luar dengan penyedia jasa setempat.
“Kalau kontraktor dan konsultan setempat dilibatkan, maka dampak berganda yang ditimbulkan akan lebih besar karena semakin banyak masyarakat setempat terlibat,” kata Nugroho.
Hal lain yang juga berkembang positif, lanjut Nugroho, adalah peningkatan kapasitas penyedia jasa terutama sumber daya manusianya. Dengan percepatan pembangunan infrastruktur, para penyedia jasa menyadari perlunya menambah tenaga, termasuk untuk menjaga keselamatan kerja. (NAD)