Pengoperasian Bandara Kulon Progo Harus Perhatikan Mitigasi Bencana
Rencana pengoperasian bandar udara baru di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada akhir April ini harus memperhatikan mitigasi bencana. Hal ini karena bandara yang kerap disebut New Yogyakarta International Airport itu berada di pesisir selatan Jawa yang rawan mengalami bencana alam berupa gempa bumi dan tsunami.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS -- Rencana pengoperasian bandar udara baru di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada akhir April ini harus memperhatikan mitigasi bencana. Hal ini karena bandara yang kerap disebut New Yogyakarta International Airport itu berada di pesisir selatan Jawa yang rawan mengalami bencana alam berupa gempa bumi dan tsunami.
"Mitigasi bencana harus betul-betul diperhatikan," kata ahli tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko, di sela-sela diskusi "Membumikan Informasi Potensi Bencana di Sekitar Infrastruktur Kita", Sabtu (6/4/2019), di kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta.
Seperti diberitakan, PT Angkasa Pura I menargetkan bandara Kulon Progo bisa dioperasikan secara minimum mulai akhir April 2019. Untuk tahap awal, bandara yang berlokasi di Kecamatan Temon, Kulon Progo, itu akan melayani penerbangan internasional lebih dulu (Kompas, 5/4/2019).
Rencana pengoperasian itu juga sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian Bandar Udara Baru di Kabupaten Kulon Progo. Dalam perpres itu disebutkan, PT Angkasa Pura I melakukan pembangunan bandara Kulon Progo secara bertahap dan mengoperasikannya pada April 2019.
Widjo menyatakan, kajian sejumlah ilmuwan telah menunjukkan bahwa lokasi pembangunan bandara Kulon Progo rawan mengalami gempa bumi dengan kekuatan hingga magnitudo (M) 8,8 yang bisa diikuti terjadinya tsunami. Dia menambahkan, apabila gempa dengan M 8,8 terjadi di kawasan itu, landasan pacu bandara Kulon Progo, yang berjarak sekitar 400 meter dari bibir pantai, diperkirakan bisa terkena tsunami dengan ketinggian sekitar 4-5 meter.
Selain itu, apabila terjadi gempa bumi dengan M 8,8, tsunami juga diperkirakan akan menerjang hingga gedung terminal bandara. "Sampai terminal saya kira tsunami masih cukup tinggi sehingga harus betul-betul disiapkan mitigasinya," kata Widjo.
Widjo menuturkan, untuk mengurangi dampak terjangan tsunami, bisa dilakukan sejumlah langkah, misalnya membuat gumuk pasir dan sabuk hijau di kawasan selatan bandara. Pembuatan sabuk hijau itu bisa dilakukan dengan menanam pohon cemara udang. "Saya mendapatkan informasi bahwa belum ada green belt (sabuk hijau) dan sand dunes (gumuk pasir) di sana," ungkap dia.
Saya mendapatkan informasi bahwa belum ada green belt (sabuk hijau) dan sand dunes (gumuk pasir) di sana.
Oleh karena itu, Widjo mengatakan, pengoperasian bandara Kulon Progo sebaiknya ditunda hingga upaya mitigasi bencana alam benar-benar siap. Hal ini karena di bandara itu nantinya terdapat banyak orang yang beraktivitas dan juga terdapat berbagai aset dengan nilai tinggi.
Beriringan
Secara terpisah, Juru Bicara Proyek Pembangunan New Yogyakarta International Airport PT Angkasa Pura I Agus Pandu Purnama menyatakan, upaya mitigasi bencana dilakukan beriringan dengan proses pembangunan bandara. Pandu menyebut, pembuatan konstruksi bangunan di bandara Kulon Progo telah memperhitungkan kemungkinan terjadinya gempa bumi dengan kekuatan M 8,8.
Upaya mitigasi bencana juga dilakukan dengan membangun sacrifice coloumn, yakni kolom atau tiang yang akan dikorbankan untuk mengurangi kekuatan terjangan tsunami. Selain itu, PT Angkasa Pura I juga menyiapkan tempat evakuasi yang bisa menampung ribuan orang apabila ada bencana alam. Saat terjadi bencana, tempat evakuasi itu tidak hanya menampung penumpang dan pekerja di bandara, tetapi juga menampung masyarakat sekitar bandara.
Pandu menambahkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo juga akan melakukan penanaman pohon cemara udang di kawasan pantai di sisi selatan bandara. Penanaman pohon cemara udang itu berfungsi sebagai sabuk hijau untuk mengurangi dampak tsunami. "Pemkab Kulon Progo akan melakukan penanaman pohon cemara udang di sepanjang pantai di selatan bandara," ujarnya.
Namun, sebelum melakukan penanaman itu, Pemkab Kulon Progo harus menertibkan sejumlah tambak udang yang ada di sisi selatan bandara. "Sekarang sedang ada perataan lahan yang tadinya digunakan untuk tambak udang," tutur Pandu.
Perubahan nama
Sementara itu, Sekretaris Daerah DIY Gatot Saptadi mengatakan, bandara Kulon Progo yang selama ini disebut New Yogyakarta International Airport akan diubah namanya menjadi Bandara Internasional Yogyakarta. Perubahan nama dilakukan karena ada masukan dari berbagai pihak agar nama bandara itu tidak menggunakan bahasa asing.
"Kami sudah kirim surat ke pengambil kebijakan di pusat bahwa nama terakhir yang disepakati adalah Bandara Internasional Yogyakarta," kata Gatot.
Gatot menambahkan, secara internasional, bandara itu bisa disebut Yogyakarta International Airport. Adapun kode untuk bandara tersebut adalah YIA.