AMBON, KOMPAS — Provinsi Maluku memiliki banyak potensi, seperti perikanan, rempah, dan pariwisata, sebagai modal penggerak ekonomi. Jika potensi itu dikelola dengan baik, termasuk dukungan infrastruktur dan pola manajemen yang tepat, dapat membawa daerah berpenduduk sekitar 1,8 juta jiwa itu keluar dari jurang kemiskinan yang kini masih bertengger pada angka 17,85 persen.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro dalam pemaparan saat membuka kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Maluku, Selasa (9/4/2019), di Ambon, mengatakan, alam Maluku sangat kaya, baik di darat maupun di air.
Ia mencontohkan tanaman legendaris pala dan cengkeh yang menarik kehadiran pedagang dari China dan Timur Tengah hingga para penjajah dari Eropa. Kini, pamor rempah sudah redup. Harga pala dan cengkeh di Ambon berada di bawah Rp 100.000 atau terendah sejak masa reformasi. Pada masa jayanya, harga rempah hampir setara dengan harga emas.
”Kejayaan rempah masa lalu itu harus dibangkitkan lagi," ujarnya. Pala dan cengkeh tumbuh di sejumlah pulau, seperti Ambon, Seram, Kepulauan Geser, Kepulauan Banda, dan Kepulauan Teon Nila Serua. Selama ini, komoditas itu dikirim ke Pulau Jawa, lalu oleh pembeli di sana diekspor ke sejumlah negara. Di Maluku belum ada pabrik pengolahan dengan bahan baku pala atau cengkeh.
Kejayaan rempah masa lalu itu harus dibangkitkan lagi
Begitu pula potensi ikan. Potensi ikan di Maluku sekitar 3 juta ton per tahun atau hampir 30 persen dari potensi nasional. Perairan Maluku yang kaya akan ikan adalah Laut Seram, Laut Banda, dan Laut Arafura. Namun, sejauh ini, belum ada industri pengolahan ikan di Maluku.
Tidak sporadis
Bambang juga menyampaikan, potensi wisata di Maluku agar dikelola secara terpadu dan tidak sporadis. Jangan ada dikotomi antarwilayah terkait pengelolaan sektor pariwisata. Potensi wisata alam di Maluku yang terkenal adalah Kepulauan Banda, Pantai Ora, Kepulauan Kei, dan Tanimbar. Sebagian besar potensi itu belum dikelola secara maksimal.
Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal Doni Monardo menyampaikan, Maluku bisa menjadi lumbung pangan, terutama hasil laut, bagi Indonesia. Sejumlah pengusaha asal Maluku sudah memegang kendali ekspor tuna dari Indonesia. ”Sekarang ini tuna dari Maluku dilelang di Jepang,” katanya.
Pada kegiatan Musrenbang Maluku dipamerkan pula beberapa jenis ikan dan lobster serta beberapa tanaman yang merupakan hasil Program Emas Hijau dan Emas Biru. Emas Biru terkait pengelolaan hasil laut dan Emas Hijau terkait hasil di darat. Program itu digagas Doni saat menjabat Panglima Kodam XVI/Pattimura 2015-2017.
Sementara itu, Pelaksana Harian Gubernur Maluku Hamin bin Tahir mengatakan, kendala dalam pengoptimalan potensi tersebut adalah minimnya sumber pendanaan di daerah. ”Pemerintah daerah kesulitan merancang pembangunan ekonomi di wilayah kepulauan yang membutuhkan biaya tinggi Sebab anggaran sangat terbatas,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia berharap agar wilayah kepulauan seperti Maluku perlu diberi perlakuan khusus dalam hal alokasi anggaran. Sejauh ini alokasi dana alokasi umum bagi wilayah kepulauan masih menggunakan standar yang sama dengan wilayah kontinental. Kondisi itu setidaknya membuat penanggulangan kemiskinan di Maluku berjalan lambat dan saat ini masih berada pada angka 17, 85 persen.