BANYUASIN, KOMPAS Prospek karet alam nasional diperkirakan membaik tahun 2019, yang dipengaruhi kemungkinan perbaikan kondisi pasar ekspor dan kebijakan meningkatkan serapan karet domestik. Fokus utama saat ini adalah mengubah pola pikir petani menghasilkan produk lebih bermutu.
Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo, Senin (15/4/2019), mengatakan, tahun ini harga karet membaik karena pembatasan karet dan upaya pemerintah meningkatkan penyerapan karet dalam negeri.
Hal itu juga mengemuka dalam seminar ”Inovasi Teknologi dan Pengembangan Kelembagaan Pemasaran Bokar Merespons Harga Karet Rendah” di Balai Penelitian Lembaga Pusat Penelitian Karet di Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Pembatasan ekspor karet oleh Dewan Tripartit Karet Internasional (ITRC), yang anggotanya terdiri dari Indonesia, Thailand, dan Malaysia, sejak 1 April 2019, dinilai berdampak pada perbaikan harga karet di pasar dunia.
Berdasarkan data Gapkindo, sejak rencana membatasi ekspor karet dirilis 13 Desember 2018, harga karet dari 1,21 dollar AS menjadi 1,24 dollar AS per kg. Saat ini, harga karet di atas 1,5 dollar AS per kg. ”Sampai akhir pemberlakuannya 31 Juli 2019, harga karet bisa 1,7 dollar AS,” kata Moenardji.
Ia juga mengapresiasi upaya pemerintah meningkatkan penyerapan karet dalam negeri. Hal itu juga diharapkan mampu memperbaiki harga karet di pasar internasional dan mengurangi ketergantungan karet Indonesia pada pasar ekspor.
Saat ini, menurut Direktur Riset dan Pengembangan PT Riset Perkebunan Nusantara Gede Wibawa, penyerapan karet dalam negeri masih sekitar 600.000 ton per tahun atau 18 persen dari total produksi 3,6 juta ton. Penyerapan karet domestik Malaysia, misalnya, mencapai 40 persen.
Direktur Pusat Penelitian Karet Supriadi mengatakan, dengan semakin intensifnya penghiliran karet, petani harus mulai menghasilkan produk berkualitas, dari kebersihannya hingga kadar karet kering (K3) yang harus ditingkatkan. (RAM)