Rata-rata pemilih pada pemilu kali ini menghabiskan waktu 5-10 menit di bilik suara. Selain karena kebingungan memilih caleg yang demikian banyak, kondisi ini terjadi karena banyak pemilih, terutama warga lanjut usia, bingung dengan hal-hal teknis, seperti membuka dan melipat surat suara.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Rata-rata pemilih dalam pemilu kali ini menghabiskan waktu berkisar 5-10 menit di bilik suara. Selain karena kebingungan memilih calon anggota legislatif yang demikian banyak, kondisi ini terjadi karena banyak pemilih, terutama berusia tua atau lanjut usia, masih bingung dengan hal-hal teknis seperti membuka dan melipat surat suara.
Anton Prabowo, anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di di TPS 13 di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, mengatakan, banyak pemilih di TPS 13 terlihat bingung sejak menerima lima lembar surat suara dari KPPS.
Kebingungan pun bertambah ketika mereka membuka lembar surat suara caleg yang demikian besar. Di tengah situasi tersebut, akhirnya sebagian pemilih kemudian meminta tolong agar petugas KPPS memandu mereka tentang teknis tata cara memilih di surat suara.
”Untuk membantu mereka, kami terpaksa memandu, memberikan arahan tentang tata cara memilih, seperti yang pernah kami lakukan waktu kegiatan simulasi beberapa waktu lalu,” ujarnya, Rabu (17/4/2019).
Kebingungan tersebut meliputi berapa nama yang harus dipilih dan mana posisi yang tepat untuk mencoblos. Pemilih muda, yang berusia di bawah 40 tahun, justru terlihat lebih paham dan hanya membutuhkan waktu sekitar tiga menit di bilik suara.
Kendati demikian, Anton mengatakan, rata-rata waktu yang dibutuhkan pemilih, baik usia tua maupun muda, proses pemilihan kali ini relatif lebih lama dibandingkan saat pemilihan gubernur dan bupati 2018, dengan rata-rata pemilih hanya membutuhkan waktu sekitar satu menit di bilik suara.
Kebingungan di bilik suara tersebut juga diungkapkan oleh Difa (50), pemilih di TPS 17 di Desa Pucungrejo, Kecamatan Muntilan. Dia merasa membutuhkan waktu lama untuk mencermati semua nama dan melipat surat suara.
”Surat suaranya besar sekali. Saya harus berkali-kali coba melipat agar surat suara itu bisa terlipat seperti bentuknya semula dan bisa dimasukkan ke kotak suara,” ujarnya.
Di tengah kebingungan itu, Difa pun akhirnya meminta bantuan dari petugas KPPS untuk melipat surat suara tersebut.
Surat suaranya besar sekali. Saya harus berkali-kali coba melipat agar surat suara itu bisa terlipat seperti bentuknya semula dan bisa dimasukkan ke kotak suara.
Tidak hanya di bilik suara, persoalan juga muncul saat pemilih memasukkan surat suara ke kotak suara. Kebanyakan pemilih tidak memperhatikan keterangan tentang jenis surat suara, seperti surat suara presiden, DPD, DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota, yang tertulis pada bagian atas dan hanya memperhatikan warna di bagian atas surat suara yang semua warna merah.
”Mengacu pada warna merah tersebut, ada sebagian pemilih kemudian memasukkan surat suaranya ke kotak suara yang diberi label berwarna merah, yaitu kotak suara untuk calon anggota DPD,” ujar Ketua KPPS TPS 13 di Dusun Keron, Sujono.
Ketidakpahaman
Tidak hanya terjadi di kalangan pemilih, ketidakpahaman tentang aturan dalam pemilu juga terjadi di kalangan penyelenggara pemilu, seperti KPPS. Hal ini, antara lain, terjadi di salah satu TPS di Desa Bandungrejo, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Purworejo Nur Kholiq mengatakan, satu pemilih yang termasuk dalam daftar pemilih tambahan (DPTb) di Desa Bandungrejo ditolak memilih karena dirinya datang pukul 09.30. Alasan penolakan dari anggota KPPS adalah pemilih yang termasuk dalam DPTb belum diizinkan memilih sebelum pukul 12.00.
”Padahal, menurut ketentuan, pemilih yang baru bisa memilih setelah pukul 12.00 adalah pemilih yang masuk dalam daftar pemilih khusus (DPK) dan bukan pemilih dalam DPTb,” ujarnya.
Kholiq mengatakan, Bawaslu sangat menyesalkan kondisi ini. Pemilih yang sudah mengurus dan membawa formulir A5 tersebut pada akhirnya tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena dia terburu-buru harus naik pesawat pada pukul 12.00.
Tidak hanya masalah kekurangpahaman tentang aturan, ada pemilih yang ternyata juga tidak memahami aturan dan prinsip dasar dari pemilu, yakni pemilihan harus dilakukan langsung oleh pemilih dan tidak boleh diwakilkan. Kondisi ketidakpahaman ini terjadi di TPS 15 di Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, ketika seorang pemilih nekat datang dengan tujuan mewakili, memberikan hak suara atas nama ayahnya.
”Sayang kalau hak suara ini tidak dimanfaatkan. Namun, saat ini, ayah saya berhalangan datang,” ujarnya. Permintaan ini tentu saja langsung ditolak oleh petugas KPPS setempat.