24 Jam Menari, ISI Surakarta Libatkan 6.000 Penari
ISI Surakarta kembali menggelar perhelatan bertajuk "24 Jam Menari" untuk merayakan Hari Tari Sedunia, 29-30 April 2019. Pagelaran ini akan melibatkan sekitar 6.000 penari dari berbagai daerah.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·3 menit baca
SOLO, KOMPAS — Institut Seni Indonesia Surakarta kembali menggelar perhelatan bertajuk ”24 Jam Menari” untuk merayakan Hari Tari Sedunia, 29-30 April 2019. Pergelaran ini akan melibatkan sekitar 6.000 penari dari sejumlah daerah.
”Sejak tahun 2006, ISI Surakarta mengadakan 24 Jam Menari untuk merayakan Hari Tari Sedunia. Tahun ini, 24 Jam Menari menginjak penyelenggaraan ke-13. Kali ini mengangkat tema #GegaraMenari \'urip mawa urup, urip hanguripi\',” ujar Eko Supriyanto, Ketua Umum Panitia 24 Jam Menari ISI Surakarta, di Solo, Jawa Tengah, Senin (22/4/2019).
Tema urip mawa urup, urip hanguripi berasal dari pepatah Jawa yang berarti hidup dengan semangat, hidup yang memberi hidup. Tema ini mencerminkan bahwa dari awal tari telah menjadi entitas yang menyatu dengan kehidupan masyarakat. Tari bisa menghidupi masyarakat, merajut persaudaraan, dan membangun citra bangsa yang santun, beradab, dan bermartabat.
”Dengan hashtag gegaramenari, diharapkan anak muda ikut terlibat sehingga generasi muda semakin menyadari bahwa tari adalah salah satu pemantik bagi kaum milenial merayakan keberagaman di Tanah Air ini,” kata Eko.
Perhelatan 24 Jam Menari akan digelar pada Senin (29/4) mulai pukul 06.00 hingga Selasa (30/4) pukul 06.00. Acara itu dilangsungkan di sejumlah tempat di kampus ISI Surakarta, yaitu pendopo, teater besar, teater kecil, halaman rektorat, halaman teater besar, dan teater terbuka. Kegiatan ini melibatkan sekitar 6.000 penari dari 191 sanggar tari dari berbagai daerah.
Eko mengatakan, seperti tahun-tahun sebelumnya, pada penyelenggaraan 24 Jam Menari 2019, juga ada penari 24 jam. Tahun ini, ada enam penari yang akan menari selama 24 jam penuh, yaitu Abib Habibi Igal (Kalimantan Tengah), Arbi Nuralamsyah (Bandung, Jawa Barat), I Nyoman Agus Triyuda (Bali), Pulung Jati Rangga Murti (Yogyakarta), Srihadi (ISI Surakarta), dan Darmasti (ISI Surakarta).
Berbeda dengan tahun sebelumnya, menurut Eko, para penari 24 jam akan benar-benar terus-menerus menari, tidak sekadar bergerak ketika sedang beristirahat, misalnya, ketika sedang makan siang atau makan malam. ”Bahkan, cek tensi (tekanan darah) pun akan digarap dengan aspek-aspek performatif sehingga para penari 24 jam akan terus tertantang untuk menari, tidak hanya bergerak,” ujarnya.
Salah satu penari 24 jam, Srihadi, mengatakan telah menyiapkan dua karya tari ciptaan sendiri untuk ditampilkan, yaitu Suluk Bisma dan Sastra Jiwangga. Pihaknya akan mengajak penonton menari bersama saat menyajikan Sastra Jiwangga.
Untuk persiapan fisik, Srihadi yang baru saja menginjak usia 60 tahun mengaku kini berolahraga rutin. Selain itu, berlatih menari pada waktu siang, malam, dan dini hari.
”Sejak 1 Januari 2019 saya sudah berhenti merokok agar organ tubuh lebih tertata sehingga fisik benar-benar siap. Saya berlari pagi dan fitness (latihan kebugaran),” ujarnya.