Kelembagaan terpadu dari perusahaan, pemerintah, masyarakat, dan organisasi memetakan potensi dan risiko pariwisata alam empat desa di Pacet, Mojokerto, Jawa Timur. Mereka berkepentingan memetakan potensi pariwisata lanskap Pacet di kaki utara Gunung Welirang dan kaki barat Gunung Penanggungan itu untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Namun, di sisi lain, risiko bencana hidrometeorologi terutama banjir bandang dan tanah longsor patut diperhatikan. Jangan sampai pariwisata mengabaikan keselamatan publik.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
MOJOKERTO, KOMPAS – Kelembagaan terpadu antara perusahaan, pemerintah, masyarakat, dan organisasi, Senin (22/4/2019), kembali memetakan potensi dan risiko pariwisata alam empat desa di Pacet, Mojokerto, Jawa Timur. Tujuannya, memberdayakan perekonomian masyarakat setempat dan menata potensi bencana hidrometeorologi, terutama banjir bandang dan tanah longsor.
Program ini diinisiasi Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dengan melibatkan PT Multi Bintang Indonesia Tbk melalui Yayasan Sahabat Multi Bintang. Ikut juga di dalamnya, Pemerintah Kabupaten Mojokerto, Aliansi Air, dan aparatur empat desa yakni Claket, Padusan, Pacet, dan Kemiri.
Direktur Pelaksana Kantor Lingkungan Hidup USAID Jason Seuc mengatakan, kemitraan itu merupakan salah satu cara AS dan Indonesia merayakan 70 tahun hubungan diplomatik. Di satu sisi, Jatim dipandang rawan bencana hidrometeorologi. Ketersediaan air dan ancaman pengeringan mata air di lereng pegunungan juga menjadi masalah yang tidak bisa dianggap sepele. Untuk membantu Indonesia yang antara lain di Jatim, USAID melaksanakan program Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK) dan Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene Penyehatan Lingkungan untuk Semua (IUWASH PLUS).
Direktur Pengurangan Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana Raditya Jati mengatakan, Mojokerto khususnya Pacet, punya risiko bencana banjir bandang dan tanah longsor. Tragedi kebencanaan pernah terjadi di pemandian air panas Pacet pada Desember 2002. Saat itu, korban tewas mencapai 26 orang. Sekitar dua tahun kemudian, hal serupa memakan 17 orang tewas.
“Ancaman seperti itu tidak boleh diabaikan dan bisa diantisipasi dengan keterpaduan,” katanya.
Pacet merupakan kawasan strategis berupa wilayah pertanian subur, daerah tangkapan air, pemukiman warga, dan tujuan wisata populer khususnya bagi warga Surabaya. Di empat desa itu ada 23 objek pelesiran berwujud pemandian air panas, kolam renang, arung jeram, air terjun, bumi perkemahan, peristirahatan, dan area kegiatan alam terbuka.
Akan tetapi, petaka tahun 2002 dan 2004 membuktikan pengembangan pariwisata yang tidak terkendali memicu alih fungsi lahan yang membahayakan keselamatan masyarakat. Hutan lereng pegunungan di Pacet yang seluas hampir 50.000 hektar dibabat bahkan digunduli.
Kepala Desa Padusan Iryani Muarifah mengatakan, pariwisata menjadi andalan kehidupan warganya. Namun, tragedi 2002 dan 2004 masih terus menghantui. Warga tidak ingin kepariwisataan dibangun dengan mengabaikan aspek keselamatan publik dan mitigasi bencana.
“Untuk itu, belasan tahun terakhir, program penghijauan benar-benar kami laksanakan dan penuhi agar potensi bencana tanah longsor dan banjir bandang bisa ditekan,” katanya.
Muslihuddin, mantan Kepala Desa Padusan, menambahkan, perlu juga diperhatikan risiko bencana saat musim kemarau yakni kebakaran hutan. Tragedi 2002 dan 2004, ketika Muslihuddin menjabat Kepala Desa Padusan, didahului kebakaran hutan disamping kawasan nyaris gundul.
“Perlu didorong pembuatan sekat bakar di kawasan hutan untuk mencegah kawasan hutan yang terus dihijaukan musnah akibat kebakaran,” ujarnya.
Kepala Dusun Nono di Desa Kemiri Sumarto mengatakan, kemitraan yang sedang berlangsung diharapkan terus menguatkan kelembagaan masyarakat dalam mitigasi bencana. Aplikasinya, warga benar-benar menjadi komunitas tangguh bencana. Mereka tahu bagaimana mengantisipasi dan mengatasi bencana.
Di lokasi wisata misalnya, tidak perlu cemas jika banyak memasang rambu peringatan bencana. Pengetahuan tentang pencarian dan pertolongan, evakuasi, penyelamatan, dan pemulihan harus terus dipelihara dan ditingkatkan.
“Salah satu nilai penting dalam kemitraan ini adalah mendorong kesadaran warga dan publik tentang mitigasi bencana. Pariwisata di wilayah yang rawan seperti di sini harus dibangun dan dikelola dengan memperhatikan pencegahan bencana,” katanya.